Jakarta, NU Online
Tokoh agama Konghucu sekaligus Ketua Umum Dewan Rohaniwan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin), Xs Budi Santoso Tanuwibowo, menceritakan kedekatannya dengan sosok Guru Bangsa yaitu KH Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur, sejak mengenalnya pada tahun 1986.
Dia pun mengungkap lima fakta yang ada pada sosok mantan Presiden Ke-4 RI itu. Fakta-fakta tersebut dinilai berpengaruh terhadap sikap-sikap Gus Dur yang mampu menyatukan bangsa.
1. Gus Dur sejati-jatinya kiai dan tokoh
Kata aktivis yang lahir 31 Maret 1960 ini, Gus Dur merupakan sejati-jatinya kiai dan tokoh. Gus Dur melihat manusia secara utuh sebagai makhluk ciptaan Tuhan YME. Menurut Budi, sapaan akrab Xs Budi Santoso, Gus Dur mencintai siapa saja, termasuk mencintai masyarakat Tionghoa yang menjadi kelompok minoritas di Indonesia.
"Yang dia lihat manusia adalah satu makhluk Tuhan yang harus dicintai, seperti dia mencintai orang-orang yang lain," kata Budi seperti dikutip NU Online dalam tayangan video BPIP, Kamis (25/5/2023).
2. Gus Dur membela tidak hanya di mulut
Gus Dur adalah tokoh yang bila membela tidak hanya di mulut atau hanya ucapan, namun, selaras dengan tindakannya. Artinya, Gus Dur konsisten memperjuangkan siapa saja yang sedang ia bela, dari awal sampai dengan akhir.
Budi menyebut, pada awal-awal reformasi, Gus Dur, rela menghabiskan waktu dan tenaga sekadar mendampingi masyarakat Tionghoa memperjuangkan hak-haknya. Padahal, kata dia, saat itu, risikonya juga tidak main-main.
“Dia sungguh-sungguh, membela sampai habis. Menghabiskan waktu dan risiko,” bebernya.
Baca Juga
Tiga Tokoh yang Dihormati Gus Dur
3. Gus Dur sederhana dalam hal apa pun
Fakta yang juga terlihat dalam diri Gus Dur yaitu sosok yang sederhana dalam hal apa pun. Kesederhanaan Gus Dur juga termasuk dalam aktivitasnya sehari-hari sebagai tokoh besar dan pertemanan bersama orang lain yang selalu menampilkan kehangatan.
Budi mengatakan, selama bersahabat dengan Gus Dur, baik sebelum maupun setelah menjadi presiden, Gus Dur selalu menunjukan sifat-sifat sederhana di dalam kehidupan sehari-hari. Saat makan, kata Budi, Gus Dur adalah orang yang tidak pilah-pilah, apa saja yang ada, dimakannya.
“Sederhana ini bukan hanya soal makan tapi pakaian dan pertemanan. Setelah dia menjadi presiden tidak ada jarak seperti sebelumnya saat dia belum menjadi apa-apa, tetap sangat hangat dan setia kawan,” ucapnya.
4. Gus Dur tak kenal kompromi
Hal yang menurut masyarakat Tionghoa tidak dimiliki oleh presiden lain, yakni berani karena benar. Gus Dur, kata Budi, adalah tokoh yang tidak mengenal kompromi dalam hal pemberantasan korupsi dan penyelesaian perkara yang merugikan masyarakat banyak secara kasat mata.
5. Gus Dur sosok yang pluralis
Gus Dur tidak pernah membeda-bedakan suku dan agama. Semua warga bangsa yang Indonesia harus mendapatkan haknya. Begitupun ketika musuh Gus Dur mengalami ketidakadilan, Gus Dur, berada di depan untuk membela.
"Gus Dur itu pluralis tidak bisa membedakan suku apapun, bahkan lawannya pun jika mendapatkan ketidakadilan dia tetap bela. Itulah Gus Dur,” pungkas Budi di akhir perbincangannya.
Sebagaimana diketahui, Gus Dur merupakan guru bangsa yang memiliki kontribusi besar terhadap Indonesia, karena telah memperjuangkan hak-hak kelompok minoritas. Tak hanya itu, Gus Dur adalah orang yang turut serta mewarnai perjalanan demokrasi di Indonesia, melalui pemikirannya yang cemerlang.
Karena Gus Dur, masyarakat semakin sadar, pentingnya menjaga persatuan, mengedepankan kemanusiaan dan meningkatkan persaudaraan antar sesama anak bangsa. Bahkan, bagi orang Tionghoa sendiri, Gus Dur adalah orang suci yang diutus Tuhan ke muka bumi ini, untuk menjadi pahlawan bagi mereka.
Sebelumnya, sosok Gus Dur juga sempat diungkap oleh Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Karjono, saat hadir menjadi narasumber di Universitas Kristen Indonesia (UKI) beberapa waktu yang lalu.
Menurut dia, sosok Gus Dur persis sejalan dengan nilai sila ketiga di dalam Pancasila yaitu Persatuan Indonesia. Sebagai tokoh, katanya, idealnya memang harus dapat mempersatukan semua elemen bangsa, tanpa melihat suku ras atau golongan.
Demikian pula Pancasila sebagai ideologi fundamental bangsa ini, harus dibingkai melalui rasa nasionalisme. Upaya tersebut diharapkan akan merangkai persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan Indonesia.
"Ini sekaligus sebagai alternatif solusi dalam mengatasi peta masalah bangsa yang terpetakan dalam pembasisan Pancasila," katanya.
Kontributor: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Kendi Setiawan