Waykanan, NU Online
Nahdlatul Ulama merupakat simbol perekat sebagaimana tali yang melingkari dunia pada logo organisasi didirikan KH Hasyim Asyari, ujar Wakil Ketua PP Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU) Ahmad Baso di Blambangan Umpu, Waykanan, Lampung, Senin (18/5) kemarin.<>
"NU adalah sebuah titik temu. Masyarakat menjadikan NU sebagai titik temu, titik simpul, disatukan oleh keyakinan oleh agama NU, bahkan yang non-Muslim juga merasa menjadi bagian ini, agama NU," kata dia saat bedah buku "Agama NU untuk NKRI" di Gedung PCNU Waykanan.
Pria kelahiran Makassar yang menempuh pendidikan pesantren di daerahnya itu lalu menambahkan, agama NU tidak saja diyakini oleh orang Madura, Jawa Timur, namun juga Mbah Maridjan Juru Kunci Gunung Merapi (almarhum).
"Ketika ditanya, beliau dengan bangga menyatakan agamanya adalah NU," ujar penulis buku "NU Studies" dan "Pesantren Studies" yang terdiri dari beberapa jilid itu pula.
Hal tersebut, demikian Baso menambahkan, merupakan sebuah pelajaran, bahwa masyarakat mendalami dan meyakini NU dalam kehidupan sehari-hari.
"Penulis buku kenamaan Pramoedya Ananta Toer saat meninggal juga minta ditalqinkan, ditahlilkan. Bahkan tokoh-tokoh dari organisasi Islam lainnya juga demikian. Masyarakat kita butuh password ke alam barzah, doa-doa kyai, doa-doa NU. NU adalah kunci kehidupan masyarakat," paparnya.
Namun demikian, kata dia menegaskan, agama NU bukanlah agama tandingan. Agama NU adalah berbicara tentang bagaimana Islam sebagai ajaran normatif, diamalkan dan diistifidah.
Bedah buku "Agama NU untuk NKRI" dihadiri sejumlah pengurus dan badan otonom Nahdlatul Ulama. Hadir Ketua PCNU KH Nur Huda, Rais Syuriyah KH Abdurahman, Ketua PC Lakspedam Supriyanto, dan para pengurus NU lainnya.
Ketua PC Ansor Ketua PC GP Ansor Gatot Arifianto yang juga hadir dalam acara tersebut menambahkan, NU adalah berkah. Bagaimana peran serta NU dalam menjaga NKRI bukan hanya mulut, namun juga ditunjukan lewat sikap dan perbuatan. Karenanya, 'agama' NU harus senantiasa disyiarkan kepada generasi dan masyarakat bangsa Indonesia dengan beragam model.
“Ini penting supaya Indonesia sebagai bangsa besar tetap adem ayem, masyarakatnya bisa menghormati dan meyakini keragaman yang menurut KH Abdurahman Wahid adalah keniscayaan akan hukum Tuhan atas alam ciptaan-Nya," ujar Gatot Arifianto menambahkan. Red: mukafi niam