Akademisi Desak Pemerintah Akui Pengemudi Ojol sebagai Pekerja Formal
Selasa, 16 September 2025 | 12:00 WIB
Jakarta, NU Online
Akademisi Program Studi Teknik Sipil ITB Sony Sulaksono Wibowo mendesak agar pemerintah bisa memberikan regulasi untuk pengemudi ojek online (ojol) sebagai pekerja formal. Ia melihat, selama ini perhatian pemerintah lebih besar diberikan pada aplikator, sedangkan pengemudi dibiarkan tanpa perlindungan hukum dan sosial.
"Di Indonesia, fokus justru pada aplikator dan mereka berlagak sombong dengan menari di sela-sela kekosongan regulasi yang ada. Pemerintah tidak bisa melindungi pengemudi secara langsung," katanya kepada NU Online pada Selasa (16/9/2025).
"Sudah saatnya pemerintah melihat pengemudi ojek online sebagai pekerjaan bukan informal, dilindungi, dan berlisensi. Aplikasi hanya kelengkapan kerja, bukan penentu pekerjaan," tambahnya.
Sony menegaskan bahwa persoalan transportasi daring di Indonesia tidak hanya menyangkut teknologi dan layanan mobilitas, tetapi juga menyentuh aspek kesejahteraan pengemudi yang selama ini belum mendapat perlindungan memadai. Menurutnya, Indonesia perlu belajar dari Malaysia dalam menangani sektor angkutan berbasis aplikasi.
"Di Malaysia, pengemudi diakui sebagai pekerja dan ada standar gaji yang pemerintah menjaganya dan mengatur, seperti UMR kalau di Indonesia. Artinya, Malaysia fokus pada pengemudinya, makanya pengemudi di Malaysia jarang demo," jelasnya.
Drama pemberian regulasi terhadap pengemudi ojol oleh pemerintah sudah berlangsung sejak 20 Mei 2025 lalu. NU Online mencatat, pengemudi ojol mengeluhkan relasi dengan aplikator dan pemerintah yang lamban hadir untuk menjawab permintaan massa aksi soal potongan 10 persen.
Sementara itu, Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI Ahmad Heryawan menyatakan dukungannya terhadap tuntutan Aliansi Pengemudi Online Bersatu (APOB) yang meminta potongan biaya layanan aplikasi ojek online diturunkan dari 15 persen menjadi 10 persen.
"Aplikator tetap untung, tetapi kesejahteraan pengemudi juga harus diperhatikan," kata Heryawan saat rapat bersama di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (12/9/2025).
Heryawan menyampaikan BAM akan segera mengundang pihak aplikator, kementerian terkait, serta BPJS Ketenagakerjaan untuk membahas solusi.
"Langkah selanjutnya kami akan gelar forum grup diskusi (FGD) dan mengundang aplikator untuk mencari solusi terbaik. Harapannya keputusan ini bisa lebih cepat karena BAM menerima aspirasi lebih cepat daripada mekanisme biasa," katanya.
Menanggapi hal itu, Pakar Transportasi Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno, menyebut bahwa kebutuhan ojol yang sebenarnya adalah kehadiran pemerintah dalam menyediakan perlindungan hukum hingga kepastian pendapatan untuk menguatkan ekonomi.
"Tantangan besar ke depan adalah menghadirkan keseimbangan nyata dalam hal narasi, perlindungan hukum, jaminan sosial, hingga kepastian ekonomi bagi seluruh pengemudi, baik ojol maupun (pengemudi) konvensional," katanya kepada NU Online pada Jumat (12/9/2025).