Nasional

Aksi Damai Aliansi Ibu Indonesia Desak Aparat Bebaskan Demonstran yang Masih Ditahan

Rabu, 10 September 2025 | 23:00 WIB

Aksi Damai Aliansi Ibu Indonesia Desak Aparat Bebaskan Demonstran yang Masih Ditahan

Aksi damai Aliansi Ibu Indonesia di Selasar Planetarium Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada Rabu (10/9/2025) malam. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Aliansi Ibu Indonesia yang terdiri dari penyair, sastrawan, aktivis, hingga ibu rumah tangga menggelar aksi damai bertajuk Ibu Berduka, Ibu Bergerak Melawan Tirani di Selasar Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Rabu (10/9/2025) malam.


Panitia Aliansi Ibu Indonesia, Nada Arini mengatakan aksi ini menjadi ekspresi duka atas tindakan represif aparat kepada para demonstran.


"Kami menuntut pembebasan demonstran yang masih ditahan serta penghentian kekerasan," ujar Nada kepada NU Online.


Momentum tersebut juga digelar bertepatan dengan peringatan pembunuhan Munir, sehingga istri Munir, Suciwati, turut hadir.


Selain itu, Aliansi Ibu Indonesia mendesak pemerintah menghentikan pemborosan anggaran di tengah kondisi ekonomi yang melemah. Salah satunya dengan mengkaji ulang Program Makan Bergizi Gratis (MBG).


"Kami meminta kaji ulang Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang memboroskan uang sementara keadaan ekonomi sedang begini," tuturnya.


Nada mengatakan kegiatan ini seluruh kebutuhan aksi ditanggung secara swadaya. Ibu-ibu saling kontribusi, pakai biaya sendiri, donasi untuk belanja makanan dan kebutuhan aksi damai.


"Kita bantu logistik karena punya keresahan yang sama, tapi enggak punya channel-nya. Akhirnya kami memutuskan menggelar aksi di ruang terbuka," jelasnya.


"Ibu-ibu ingin melakukan sesuatu, tapi tidak bisa kalau siang karena aktivitas, sehingga dibuat malam hari di sini. Banyak ibu-ibu disabilitas juga, makanya dipilih waktu dan tempat ini," imbuhnya.


Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid yang hadir dalam aksi tersebut menyatakan dukungan terhadap gerakan ibu-ibu.


Ia menyoroti ketimpangan ekonomi, kepemilikan aset, hingga perbedaan mencolok antara gaji pejabat negara dengan rakyat.


"Orang bekerja di pemerintah sambil menjadi komisaris, sementara rakyat untuk mendapatkan Rp3 juta saja begitu susah,” ujarnya.


Usman menekankan, pemerintah dan DPR seharusnya introspeksi untuk memperbaiki kebijakan yang tidak adil.


"Pemerintah seharusnya menggunakan kesempatan ini di mana masyarakat turun ke jalan untuk introspeksi dan DPR memperbaiki kebijakan," tandasnya.