Alasan di Balik Penyebutan Syaban sebagai Bulan Shalawat
Selasa, 4 Februari 2025 | 07:00 WIB
Jakarta, NU Online
Umat Islam telah memasuki bulan Sya'ban 1446 H sejak Jumat (31/1/2025). Hal ini berdasarkan pengumuman Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) yang disampaikan pada Rabu (29/1/2025) karena tidak berhasil melihat hilal mengingat masih di bawah ufuk.
Bulan kedelapan ini menjadi istimewa karena di dalamnya mengandung berbagai peristiwa penting, di antaranya adalah turunnya ayat anjuran tentang shalawat. Ayat yang dimaksud adalah Al-Qur'an surat Al-Ahzab ayat 56 sebagai berikut.
Baca Juga
Menyambut Malam Nishfu Syaban
Artinya, "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya." (QS Al-Ahzab: 56).
Baca Juga
Membaca Shalawat untuk Nabi
Tak pelak, karena ayat tersebut turun pada bulan Sya'ban, Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki dalam kitabnya Ma Dza fi Sya'ban, menyebut Sya'ban sebagai bulan Shalawat.
"Bulan Sya'ban adalah bulan shalawat kepada Nabi Muhammad saw. Alasanya karena ayat yang memerintahkan untuk shalawat kepada Nabi Muhammad saw diturunkan di bulan Sya'ban," demikian tulis Ustadz Muhammad Hanif Rahman dalam artikelnya berjudul Sya'ban Bulan Shalawat Perspektif Sayyid Muhammad dikirim NU Online pada Selasa (4/2/2025).
Ustadz Hanif menjelaskan bahwa Sayyid Muhammad menyebutkan juga beberapa pendapat ulama yang mengatakan bahwa bulan Sya'ban merupakan bulan shalawat kepada Nabi Muhammad dengan alasan yang sama, yakni bahwa ayat di atas diturunkan pada bulan Sya'ban.
Ulama yang dimaksud antara lain adalah Ibnu Abi Ashaif Al-Yamani, pendapat beberapa ulama yang dinukil oleh Imam Shibabbudin Al-Qashtalani dalam kitabnya Al-Mawahibul Laduniyah, dan Al-Hafizh Ibnu Hajar.
Atas peristiwa itu juga, bulan Sya'ban menjadi kian istimewa. Sebab, sebagaimana dijelaskan Sayyid Muhammad, bahwa kemuliaan waktu di antaranya juga disebabkan karena peristiwa di dalamnya.
Artinya, "Masa atau waktu menjadi mulia sebab peristiwa-peristiwa yang terjadi di waktu itu. Ini menjadi dasar utama untuk memberikan nilai atau harga pada sebuah waktu. Jadi, seberapa mulia kadar peristiwa itu menjadi kadar mulianya sebuah waktu dan seberapa kadar keutamaan peristiwa itu menjadi dasar kadar keutamaan waktunya."