Jakarta, NU Online
Psikolog Keluarga Alissa Qotrunnada Wahid menjelaskan enam penyebab terjadinya cyberbullying. Yakni tidak adanya moral pada dunia maya, buta perlindungan data pribadi, internet hanya ranah hiburan, kurangnya edukasi masyarakat, rendahnya penegakan hukum, dan eksploitasi simbol.
"Enam hal itu tanpa disadari dapat melukai seseorang dan menimbulkan dampak yang sangat berbahaya," katanya dalam keterangan yang dikirimkan kepada NU Online, Selasa (2/8/22).
Dampaknya, terang dia, mulai dari psikis, fisik, dan psikososial. Dampak psikis ditandai dengan rasa depresi, tidak berdaya, putus asa. Apabila kondisi ini terjadi berulang-ulang dan semakin parah akan menyebabkan perasaan ingin mengakhiri hidupnya.
Sementara dampak fisik, lanjut dia, tampak dari menurunnya nafsu makan korban yang membuat tubuhnya mengalami perubahan berat badan, atau lainnya.
Baca Juga
Pembully dalam Pandangan Gus Mus
“Dampak-dampak itu dirasakan korban lantaran terus dibayangi oleh perlakuan-perlakuan tidak baik dari teman atau lingkungannya,” ungkapnya.
Terlepas dari itu, Alissa melanjutkan, cyberbullying bisa dihentikan lewat beberapa langkah, seperti mengarahkan anak untuk bijak dalam bermedia sosial, serta menghentikan komentar atau membagikan unggahan secara berlebihan.
“Menghentikan perundungan siber atau cyberbullying bisa dilakukan dengan tidak berlebihan dalam membagikan unggahan atau berkomentar di media sosial,” katanya.
Karena, terang dia, cyberbullying diawali dari perilaku agresif yang dilakukan secara berulang oleh suatu kelompok atau individu. Seperti mengolok-olok bahkan menakuti korban atau mempermalukannya.
“Kita memang tidak mungkin menghentikan aktivitas bermedia sosial, namun kita bisa mengajari anak-anak kita untuk bijak dalam menggunakannya,” terang Manajer Program Pendidikan di Lembaga Studi dan Pengembangan Perempuan dan Anak itu.
Menanamkan rasa tanggungjawab dan bijak dalam bermedia sosial, menurutnya, berlaku untuk setiap orang. Pasalnya, media sosial menjadi tempat yang bebas untuk setiap orang menyampaikan pendapatnya.
Kebebasan tersebut, lanjut dia, tidak jarang digunakan berlebihan tanpa rasa tanggungjawab. Sehingga tanpa disadari perbuatannya menyakiti atau merugikan orang lain.
“Laju teknologi (media sosial) itu tidak dapat dihindari. Jika tidak ada rasa tanggungjawab dalam menggunakannya maka dampaknya akan sangat berbahaya,” ujar pendiri lembaga pendidikan anak usia dini bernama Fastrack Funschool di Yogyakarta itu.
Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Fathoni Ahmad