Alissa Wahid Ungkap Tujuh Dosa Sosial Perusak Kehidupan Manusia
Selasa, 13 Juli 2021 | 09:00 WIB
Jakarta, NU Online
Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid, menyampaikan bahwa dalam kehidupan ada tujuh dosa sosial yang dapat merusak kehidupan manusia. Menurut Mahatma Gandhi, ketujuh poin itu merupakan hal yang dapat merusak peradaban manusia.
“Yaitu politik tanpa prinsip, ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan, kekayaan tanpa kerja keras, beribadah tanpa pengorbanan, bersenang-senang tanpa nurani, pendidikan tanpa karakter, dan perdagangan tanpa moralitas,” kata Alissa pada dialog bertajuk ‘Menanamkan Tauhid kepada Anak’ melalui channel YouTube Abu Marlo, Selasa (13/7).
Ia menyebutkan, yang demikian itu sudah terjadi dan sangat dekat dengan kehidupan masyarakat sehari-hari. Misalnya, pada kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang berdampak pada meningkatnya angka perceraian. Seringkali latar belakang yang dijadikan alasan oleh pihak terkait adalah karena kekurangan pendidikan agama.
“Dalam kasus-kasus seperti itu, ketika ditanya apa penyebabnya, banyak dari penghulu maupun penyuluh Kantor Urusan Agama (KUA) yang menjawab kurangnya pendidikan agama,” papar Sekretaris Lembaga Kemaslahatan Keluarga (LKK) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini.
Padahal, menurut Alissa, jawaban tersebut tidak seharusnya diutarakan dalam merespons hal ini. Sebab, bila ditilik secara luas dewasa ini acara-acara keagamaan dapat dengan mudah diakses lewat berbagai macam platform media sosial.
“Tapi kenapa problem seperti itu banyak terjadi di sekitar kita,” ujar Aktivis Sosial Kemanusiaan ini.
Sebagaimana ditegaskan Alissa, jawabannya adalah karena tidak sedikit dari pemuka agama yang memaknai ketauhidan dalam beragama hanya sebatas lewat ritual-ritual ibadah saja, yang membuatnya tabu dalam memaknai hakikat tauhid itu sendiri.
“Padahal shalat lima waktu, zakat, dan lainnya. Itu adalah ekspresi ketauhidan,” tegas putri sulung Gus Dur ini.
Sementara itu, ketauhidan yang ia maksud adalah ketika seseorang menitikberatkan dirinya sebagai seorang hamba di hadapan Allah dengan cara menyakini dan tidak menyekutukan-Nya. Karena hal itu merupakan wujud dari mengesakan Tuhan.
“Menjadikan Allah sebagai sumber itu adalah ketauhidan,” jelas perempuan bernama lengkap Alissa Qothrunnada Munawwaroh ini.
Dalam beragama, lanjut dia, ketauhidan manusia terhadap Allah tidak bisa diartikan hanya melakukan ritual-ritual ibadah. Lebih dari itu, manusia yang secara lahiriyah kodratnya sebagai makhluk sosial bertanggung jawab membangun kehidupan bersama-sama.
“Kalau kita menyebut diri sebagai hamba Allah, maka yang harus diingat bahwa di muka bumi ini kita diberi peran sebagai khalifah fil 'ardl (khalifah di muka bumi),” imbuh Alissa.
Kontributor: Syifa Arrahmah
Editor: Musthofa Asrori