Anggota DPR: Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual Tidak Bisa Dilakukan di Luar Pengadilan
Ahad, 19 Juni 2022 | 14:15 WIB
Ilustrasi: Tidak semua keluarga menganggap kekerasan seksual sebagai kekerasan yang luar biasa sehingga banyak yang belum begitu merespons dan pada akhirnya banyak korban yang mengalami perlakukan diskriminatif
Jakarta, NU Online
Penyelesaian kasus kekerasan seksual tidak bisa dilakukan di luar pengadilan. Pasalnya kasus kekerasan seksual adalah merupakan tindakan pidana sehingga harus diselesaikan melalui jalur hukum.
Anggota DPR RI Luluk Nur Hamidah mengatakan hal itu saat Webinar Nasional 'Substansi UU TPKS dan Situasi Korban Kekerasan Seksual' yang digelar oleh Pimpinan Wilayah Fatayat NU Jawa Tengah, Sabtu (18/6/2022).
Ia mengatakan menyusul dengan disahkannya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa (12/4/2022), hal ini menjadi momentum bagi Negara untuk hadir bagi korban kekerasan seksual. Namun, realitanya masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa kekerasan seksualitas bukanlah kekerasan yang luar biasa.
"Tidak semua keluarga menganggap kekerasan seksual ini kekerasan yang luar biasa sehingga banyak yang belum begitu respons, sehingga pada akhirnya banyak korban yang mengalami perlakukan diskriminatif," ungkap Luluk.
Dr Luluk mengungkap, pada umumnya korban kekerasan seksual justru dihakimi oleh orang-orang di sekitarnya. Mereka bahkan dikucilkan oleh keluarga karena dianggap sebagai aib. Padahal mereka adalah korban yang seharusnya dilindungi dan dikuatkan. Dalam hal ini menurutnya Fatayat sebagai organisasi perempuan mempunyai peran strategis dalam mengawal implementasi UU TPKS.
"Tidak ada jalan lain dalam penanganan kekerasan seksual selain pengadilan. Maka jangan sekali-kali Fatayat NU menjadi bagian dari menghalangi atau melakukan jalan keluarga. Apalagi memberikan saran menikahkan antara pelaku dengan korban," tegasnya.
Fatayat NU, sambung dia, juga harus melakukan melakukan sosialisasi dan pemantauan. Dalam hal ini bisa memanfaatkan jaringan yang ada, seperti lembaga pendidikan.
"Kalau Fatayat NU mempunyai jaringan lembaga pendidikan seperti TPA atau madin bisa dimanfaatkan untuk sosialisasi," katanya.
Luluk juga mengungkap pentingnya edukasi tentang seks sejak dini. Hal ini penting agar anak-anak memahami batasan dan kedaulatan terhadap tubuh. Sehingga, dia akan menyadari akan bahaya kekerasan seks yang sangat riskan dihadapi mengingat mereka lemah.
"Bagaimana mereka akan membela diri sedangkan mereka tidak mengerti bahwa mereka tengah menghadapi bahaya?" tanyanya.
Ia menyarankan untuk memberikan edukasi secara ringan tapi mengena terhadap anak usia dini. Seperti bagian tubuh mana yang boleh disentuh oleh orang lain, mana yang tidak boleh. Dr Luluk mengungkap entah mengerti atau tidak, saat bagian vital pada tubuh disentuh, tubuh akan mengalami sensivitas, meskipun itu terjadi pada anak-anak.
Webinar nasional ini merupakan kegiatan yang berkolaborasi dengan Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU) Bogor. Adapun peserta adalah kader-kader Fatayat se-Jawa Tengah. Acara dimoderatori oleh Ketua Bidang Hukum Politik dan Advokasi (Hukpolad) Atatin Malihah. Hadir juga semabagai pembicara adalah Siti Aminah Tardi dari Komnas Perempuan, Sri Nur Herwati Ketua LKKNU Bogor, dan Ketua PW Fatayat NU Jawa Tengah Hj Tazkiyatul Mutamainnah.
Kontributor: Naeli Rokhmah
Editor: Kendi Setiawan