Jakarta, NU Online
Direktur jenderal pendidikan Islam Kamaruddin Amin menyatakan belakangan ini animo masyarakat untuk mengirimkan anaknya untuk belajar di madrasah semakin tinggi, hal ini bisa dilihat dari jumlah pendaftar di madrasah negeri yang membludak, jauh melebihi kapasitas kursi yang tersedia.
<>
“Madrasah bukan lagi alternatif, tetapi telah menjadi pilihan pertama. Di beberapa madrasah, misalnya di madrasah negeri MAN Model atau Tsanawiyah Model di seluruh Indonesia itu kalau kursinya 150, pendaftarnya bisa sampai 2000. Jadi kurang dari 10 persen yang diterima,” katanya di kantor Kemenag Lapangan Banteng, Rabu (26/11).
Tak hanya di madrasah negeri, di madrasah swasta yang masih mengalami keterbatasan infrastruktur pun saat ini trennya luar biasa kencang. Salah satu penyebabnya adalah tingkat kelulusan Ujian Nasional yang tidak kalah dengan sekolah, disisi lain mendapat materi keagamaan yang lebih baik dibanding sekolah pada umumnya.
Dukungan kuat juga diberikan pada para gubernur, bupati, dan walikota untuk mendirikan madrasah unggulan di daerahnya.
“Ini saya baru terima Kanwil Kemenag Sumatra Barat yang di-back up gubernurnya yang menyumbangkan tanahnya 10 hektar untuk dibuat MAN Insan Cendikia karena persyaratannya harus ada tanah yang disumbangkan sebesar 10 hektar ke Kementarian Agama, baru kita membangun MAN IC di disitu. Ini kan tekanannya di sains sehingga madrasah tidak kalah dengan sekolah terbaik se-Indonesia, makanya ada juara olimpiade, tanpa melupakan signifikansi pentingnya pendidikan agama,” tandasnya.
Ia menambahkan Madrasah Keagamaan untuk mencetak calon ulama juga menjadi perhatian. “Kita ingin seluruh Indonesia juga ada representasi-representasinya, misalnya disini ada madrasah Al Azhar al Syarif yang bekerjasama dengan Univesitas Al Azhar Mesir, kurikulumnya Al Azhar, guru-gurunya juga alumni Al Azhar, pengantarnya pakai bahasa Arab. Ini yang akan direplikasi di seluruh Indonesia.”
Penyebaran akses
Persoalan pendidikan yang menengah yang masih dihadapi adalah angka partisipasi kasar nasional yang baru mencapai 78 persen sehingga tantangan ke depan adalah bagaimana membawa anak-anak yang lulus tsanawiyah ini belajar di SMA atau Aliyah.
“Ini tantangannya besar karena tidak sedikit jumlahnya, karena ada dua atau tiga juta anak sekolah. Artinya harus pemerintah menyediakan kursi untuk dua juta murid. Guru sekian, ruang kelas sekian. Pendidikan nasional kita masih menghadapi tantangan yang tidak sedikit.”
Karena itulah, investasi pendidikan di Indonesia sebenarnya masih pada memperbanyak akses pendidikan kepada anak usia sekolah, berbeda dengan negara-negara maju yang sudah selesai dalam soal akses dan infrastruktur, tinggal pengembangan mutunya.
“Pendidikan Islam khususnya, sebagian besar masih pada pengembangan akses. Jadi untuk pengembangan mutu belum ideal, baik di perguruan atinggi atau pendidikan menengah.”
Beberapa jenis bantuan yang diberikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia diantaranya adalah Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk inividu dan sejumlah program lainnya
“Kita memiliki data madrasah yang roboh, yang perlu di rehab, tetapi, prolemnya kebutuhan dan ketersediaan anggaran belum match. Kita setiap tahun merehab ribuan ruang kelas, tetapi kebutuhannya puluhan ribu.”
Kini Kemenag kami mengundang semua pihak yang berminat untuk membangun madrasah, “supaya tidak menimbulkan fitnah, kami tidak terima duitnya, kami kasih datanya saja. Anda mau membangun berapa, dimana, silahkan.”
Mengenai alokasi 20 persen APBN untuk pendidikan, hal ini sangat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas pendidikan. Sayangnya, proporsi pembagiannya belum ideal antara pendidikan umum dan pendidikan Islam, meskipun trennya masih membaik.
“Saya belum menganggap ideal dan ini masih perlu penyesuaian, dan terkait banyak hal, pendataan, manajemen tata kelola dan lainnya. Saya optimis, ke depan akan semakin bagus. Saya kira beberapa tahun terakhir, ,pendidikan Islam mendapat perhatian cukup bagus dari pemerintah, yang belum maksimal itu pesantren. Karena pesantren pendidikan non formal, tidak sebanyak madrasah.” (mukafi niam)