Nasional

Bagi Santri Jebolan Kairo Ini, Gelar Profesor Jadi Awal dari Tanggung Jawab Besar

Senin, 30 September 2024 | 20:30 WIB

Bagi Santri Jebolan Kairo Ini, Gelar Profesor Jadi Awal dari Tanggung Jawab Besar

Prof Dr Abdul Mufid Lc MSi, Dekan Fakultas Ushuluddin IAI Khozinatul Ulum Blora usai mendapat SK Guru Besar di bidang Ulumul Hadits dari Menteri Agama RI. (Foto: dok istimewa)

Jakarta, NU Online

 

Ada kisah menarik dari perjalanan seorang akademisi muda asal pelosok desa di Pati, Jawa Tengah. Santri jebolan Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir (1999-2004) ini telah meraih gelar profesor bidang Ulumul Hadits di usia yang relatif muda.

 


Abdul Mufid (46 tahun), seorang muda dari Desa Guyangan, Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati, Jawa Tengah berhasil mengukir prestasi gemilang dengan meraih gelar profesor dari Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI).

ADVERTISEMENT BY OPTAD


“Saya sejak awal memang punya minat yang besar terhadap pengembangan ilmu pengetahuan. Dalam setiap kesempatan, saya tak pernah lelah memotivasi diri untuk terus belajar dan meneliti. Semakin kita tahu, semakin kita sadar betapa luasnya ilmu,” ujar Mufid, sapaan akrabnya, kepada NU Online, Ahad (29/9/2024).


Menurut alumnus Pesantren Raudlatul Ulum Guyangan, Trangkil, Pati, Jawa Tengah ini, filosofi tersebut menjadi bahan bakar bagi dirinya dalam meniti karier, dari seorang dosen muda hingga akhirnya mencapai puncak tertinggi sebagai profesor.


Meski demikian, bagi pria yang menghabiskan waktu 5 tahun di Negeri Piramida ini, gelar profesor bukanlah akhir dari perjalanan tetapi jadi awal dari tanggung jawab yang lebih besar.


Meniti karier di kampus swasta

ADVERTISEMENT BY OPTAD

Mufid memulai kariernya sebagai dosen muda sejak 2008 di Institut Agama Islam Khozinatul Ulum Blora, Jawa Tengah, dengan semangat dan dedikasi tinggi dalam bidang keilmuan Ushuluddin yang ditekuninya.


Pengabdian selama puluhan tahun, ditambah dengan kontribusinya melalui penelitian, publikasi ilmiah, dan pengajaran yang berkualitas, akhirnya mengantarkannya meraih gelar guru besar di bidang Ilmu-ilmu Hadits.


Masa-masa awal kariernya tidak selalu mudah. Ia harus melewati berbagai tantangan. Mulai dari keterbatasan fasilitas penelitian hingga tuntutan untuk memenuhi standar akademik internasional.


Namun dengan kerja keras dan komitmen untuk memberikan yang terbaik, ia mampu menunjukkan eksistensinya. Ia terinspirasi dari sosok pengasuh Pesantren Guyangan, yakni Almaghfurlah KH M Humam Suyuthi dan KH M Najib Suyuthi.


Artikel-artikel ilmiahnya mulai diterbitkan di jurnal-jurnal terakreditasi, baik di tingkat nasional maupun internasional bereputasi. Publikasi ini tidak hanya menambah kredibilitasnya sebagai seorang akademisi, tetapi ia juga memberikan kontribusi nyata bagi pengembangan keilmuan di Indonesia.


Kini setelah meraih gelar profesor, Mufid tidak berhenti untuk terus mengembangkan diri. Ia bertekad untuk terus berkarya, berkontribusi pada masyarakat, dan menjadi inspirasi bagi generasi muda yang ingin mengejar prestasi akademik.


“Jangan pernah takut bermimpi besar, tetapi pastikan setiap mimpi tersebut diiringi dengan kerja keras dan doa,” pesan Mufid.


Suka-duka meraih profesor

Mufid mengatakan, perjalanan meraih gelar profesor tentu tidak bebas dari rintangan. Pria kelahiran Pati, 8 Juli 1978, ini mengalami berbagai suka-duka. Mulai dari persoalan administrasi hingga tuntutan untuk terus berkarya.


Tekanan untuk terus berkarya di bidang akademik juga datang dari lingkungan profesional. Sebagai akademisi, ia dihadapkan pada persaingan yang ketat di antara para peneliti lainnya.


Awalnya, alumnus S3 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini sering merasa terbebani oleh tuntutan publikasi internasional dan penilaian kualitatif yang ketat. Standar publikasi di tingkat internasional memang semakin tinggi.


“Nah, di saat seperti ini saya menemukan bahwa kolaborasi dengan rekan-rekan sejawat dan peneliti lain di bidangnya adalah solusi efektif untuk menghadapi tekanan tersebut. Kolaborasi tidak hanya membantu meringankan beban, tetapi juga memperkaya perspektif dan ide-ide baru dalam penelitian,” tuturnya.


Selain itu, tantangan terbesar yang ia hadapi adalah menyeimbangkan antara tanggung jawab akademik dan kehidupan pribadi. Tuntutan untuk menyelesaikan penelitian, mengajar, dan menulis artikel yang diterbitkan di jurnal internasional bereputasi sering kali membuatnya harus mengorbankan waktu dengan keluarga.


Dengan ketekunan dan dukungan penuh dari keluarga, khususnya istri dan anak-anak, rekan sejawat, serta rektor dan para wakil rektor IAI Khozinatul Ulum Blora, ia mampu melewati masa-masa sulit tersebut.


“Mereka adalah sumber motivasi terbesar saya yang selalu mendorong untuk tidak menyerah di tengah jalan. Tanpa dukungan mereka, saya mungkin tidak akan sampai di titik ini. Bagi saya, kunci utama adalah konsistensi dan kesabaran dalam menghadapi proses yang panjang,” sambungnya penuh rasa syukur.


Ia mengatakan bahwa untuk meraih gelar profesor dari Kemenag terdapat beberapa persyaratan. Antara lain mengajukan beberapa karya ilmiah. Ia mengajukan 10 judul untuk mendapat gelar guru besar.


“Tidak ada syarat minimal terkait judul. Terpenting nilai angka kreditnya mencukupi,” kata Mufid.


Lalu ada beberapa syarat tambahan, yaitu peserta pernah mendapatkan bantuan hibah minimal 100 juta rupiah. Kedua, pernah membimbing mahasiswa S3. Ketiga, menjadi reviewer di dua jurnal internasional bereputasi.


“Nah, saya ngambil yang nomor 3 itu,” ujar Dekan Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam Khozinatul Ulum Blora ini seraya tersenyum.


Tips meraih prestasi bagi anak muda

Saat ditanya tentang tips bagi anak muda kekinian yang ingin mengikuti jejaknya meraih prestasi akademik seperti dirinya, Mufid memberi beberapa tips yang sangat relevan dengan tantangan zaman.


Pertama, teruslah belajar dan jangan pernah merasa cukup dengan ilmu yang dimiliki. Di era digital, akses terhadap ilmu pengetahuan terbuka sangat luas.


“Gunakan teknologi untuk memperkaya wawasan, mengikuti kursus online, atau menghadiri webinar yang relevan dengan bidang yang diminati,” tuturnya.


Kedua, bangun jaringan profesional sedini mungkin. Ia mengimbau ahasiswa atau akademisi muda agar tidak hanya berfokus pada aspek akademik, tetapi juga aktif dalam kegiatan konferensi dan pertemuan ilmiah. Menjalin relasi dengan para ahli di bidang tertentu akan membuka banyak kesempatan untuk belajar dan berkolaborasi.


Ketiga, jangan takut gagal. Setiap kegagalan adalah pelajaran yang sangat berharga.


"Kegagalan bukanlah akhir, melainkan bagian dari proses untuk mencapai kesuksesan," tegasnya.


Mufid menambahkan bahwa dalam dunia akademik banyak tantangan yang harus dihadapi, mulai dari penolakan jurnal hingga kendala dalam penelitian.


“Terpenting adalah sikap pantang menyerah,” tandasnya.


Mufid juga mengungkap cara agar tetap semangat dalam meraih prestasi akademik. Pertama, tentukan tujuan yang jelas. Sebab tanpa tujuan yang konkret, perjalanan akademik bisa terasa membingungkan dan melelahkan.


“Saya selalu menargetkan capaian-capaian kecil yang bisa diraih setiap tahunnya, seperti publikasi ilmiah, proyek penelitian, atau pencapaian akademis lainnya,” tutur Mufid.


Kedua, seimbangkan antara kehidupan pribadi dan akademik. Menurutnya, menjaga keseimbangan hidup sangat penting agar tidak cepat merasa lelah atau jenuh.


“Saya sedapat mungkin selalu meluangkan waktu untuk keluarga, menyalurkan hobi berkebun, dan aktivitas sosial di sela-sela kesibukan sebagai akademisi,” ungkapnya.


Ketiga, temukan makna dalam setiap pekerjaan. Ia percaya bahwa menjadi akademisi bukan hanya soal gelar dan prestasi, tetapi juga soal memberikan manfaat bagi masyarakat dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Dengan memaknai setiap langkah yang diambil, semangat akan terus terjaga.


Dalam perjalanannya, Mufid merasa penting untuk memiliki mentor yang bisa membimbing dan memberi masukan. Karena itu, ia menjalin hubungan baik dengan para senior di bidangnya yang tidak hanya memberi arahan ilmiah, tetapi juga dukungan moral.


"Memiliki partner diskusi dan berbagi pengalaman sangat penting, terutama ketika kita merasa kehilangan arah. Peran mentor sangat krusial dalam membentuk diri ini menjadi akademisi yang lebih matang dan siap menghadapi tantangan,” pungkasnya.


Sebagai informasi, Prof Abdul Mufid tercatat sebagai pengurus Divisi Pendidikan Lembaga Falakiyah (LF) PCNU Pati 2019-2024 dan Anggota Komisi Fatwa MUI Kabupaten Blora.