Berkaitan Erat dengan Prinsip Keluarga Maslahah, LKKNU Dorong RUU TPKS Segera Disahkan
Rabu, 24 November 2021 | 15:30 WIB
Jakarta, NU Online
Menepis tudingan publik terhadap rancangan undang-undang penghapusan kekerasan seksual yang dianggap mengancam ketahanan keluarga, Wakil Ketua Lembaga Kemaslahatan Keluarga Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LKKNU) Nyai Hj Badriyah Fayumi tegaskan RUU tersebut berkaitan erat dengan prinsip keluarga maslahah.
“Publik seringkali menganggap bahwa RUU ini mengancam ketahanan keluarga. Padahal sama sekali tidak. RUU ini justru berkolerasi erat dengan penguatan prinsip keluarga maslahah,” tegas Nyai Badriyah yang hadir secara daring dalam forum diskusi bertajuk Urgensi Pengesahan RUU TPKS untuk Proteksi dan Perlindungan Perempuan dan Anak Menuju Keluarga Maslahah yang dinisiasi PP Fatayat NU, Rabu (24/11/2021).
Diterangkan, ada 9 karakter dalam prinsip keluarga maslahah, yaitu keluarga sebagai sumber ketenangan, aqidah (ibadah dan amaliyah NU), akhlak mulia, hubungan yang berkesalingan, kecukupan rezeki, muwazanah (keseimbangan), hubbul wathan, hubbul amni wa salam (mencintai kedamaian), dan hubbul bi’ah (menjaga lingkungan). Menurutnya, semua poin itu sangat bertentangan dengan tindak kekerasan seksual yang dapat meruntuhkan keutuhan keluarga.
“Jadi, konsep keluarga maslahah itu satu langkah lebih luas daripada keluarga sakinah yang selama ini dipahami,” jelas Wakil Sekretaris Jenderal MUI Pusat itu.
Ia mengartikan keluarga maslahah sebagai keluarga sakinah yang memiliki nilai lebih karena di dalamnya bukan saja menjaga keutuhan dan kenyamanan anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Tetapi juga mengandung nilai keamanan dan kenyamanan bagi bangsa dan lingkungan sekitar.
“Keluarga maslahah itu keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah yang plus-plus.” ungkap Mufasir Perempuan lulusan Universitas Al Azhar Kairo, Mesir itu.
Diuraikannya bahwa sakinah, mawaddah, dan rahmah masing-masing mempunyai makna mendalam. Sakinah adalah kondisi ketenangan jiwa seluruh anggota keluarga yang berdampak pada ketenangan jiwa masyarakat, bangsa dan semesta raya.
Sedangkan mawaddah wa rahmah memiliki perbedaan antara subjek dan objek yang dicintai. “Mawaddah dimaknai sebagai cinta kasih yang bila dibahasakan kurang lebih seperti ini, saya mencintaimu karena saya senang bisa membahagiakanmu,” papar tokoh perempuan kelahiran Pati, 5 Agustus 1971.
"Dan rahmah adalah cinta yang memberi manfaat pada pihak yang dicintai,” sambungnya.
Maka dari itu, tambah dia, bila dilihat dari kolerasinya anggapan negatif publik terhadap RUU yang telah disebutkan di atas adalah jelas tidak dibenarkan dalam perspektif apapun.
Kontributor: Syifa Arrahmah
Editor: Aiz Luthfi