Nasional

Meski Dukung Permendikbud 30/2021, Gusdurian Tetap Kawal RUU P-KS Segera Disahkan

Selasa, 16 November 2021 | 08:10 WIB

Meski Dukung Permendikbud 30/2021, Gusdurian Tetap Kawal RUU P-KS Segera Disahkan

Koordinator Jaringan Gusdurian Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid (Alissa Wahid). (Foto: dok istimewa)

Jakarta, NU Online
Jaringan Gusdurian Indonesia mengapresiasi dan mendukung langkah pemerintah dalam menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. 

 

Peraturan yang ditandatangani Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim pada 31 Agustus 2021 itu, dinilai sebagai wujud upaya hadirnya negara dalam menjamin keadilan bagi para korban kekerasan seksual di perguruan tinggi yang selama ini diabaikan. Asas keadilan dan perlindungan bagi korban kekerasan seksual merupakan perwujudan dari nilai-nilai agama, Pancasila, dan konstitusi UUD 1945.

 

"Permen tersebut dikeluarkan sebagai komitmen Menteri Pendidikan untuk memberantas salah satu dari tiga dosa besar di dunia pendidikan Indonesia, yaitu pelecehan seksual," kata Koordinator Jaringan Gusdurian Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid, dikutip NU Online dari situs resmi Gusdurian, pada Selasa (16/11/2021). 

 

Kasus kekerasan seksual di kampus ibarat rahasia umum karena kerap terjadi di kampus-kampus Indonesia. Gusdurian mencatat data liputan #NamaBaikKampus yang diinisasi Tirto, The Jakarta Post, dan Vice Indonesia. Sepanjang 2019, terdapat 174 laporan dari 79 kampus di Indonesia. Liputan itu juga menyorot berbagai kasus kekerasan seksual yang tidak bisa diproses karena belum ada payung hukum yang melandasinya.

 

Penanganan yang dilakukan tidak berpihak kepada korban, tetapi justru para pelapor kerap mendapat tekanan dari kampus dan kehidupan sosialnya. Sebagian besar kasus diselesaikan dengan cara damai untuk melindungi nama baik kampus. Ironisnya, pihak kampus justru menjadi aktor kunci dalam upaya melindungi pelaku kekerasan seksual.

 

Sementara itu, meski di masa pandemi, kasus kekerasan seksual di kampus masih terus terjadi. Kasus mahasiswi yang dilecehkan oleh dosen pembimbingnya di sebuah universitas di Riau baru-baru ini membuat urgensi adanya payung hukum yang melindungi korban.

 

Pasalnya, korban mendapat tekanan dari terduga pelaku dan pihak kampus. Permendikbudristek tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual menjadi oase di tengah keringnya keadilan bagi para korban kekerasan seksual di lingkup perguruan tinggi.

 

Meski mendukung dan mengapresiasi terbitnya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021, Alissa mengaku bahwa Gusdurian berkomitmen akan tetap mengawal Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (P-KS) yang diusulkan koalisi masyarakat sipil sejak 2016, agar segera disahkan. 

 

"Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 hanya mengatur kasus yang terjadi di lingkup perguruan tinggi. Sementara Jaringan Gusdurian mencatat, kasus-kasus kekerasan seksual juga banyak terjadi di berbagai ruang lingkup kehidupan masyarakat," tegas Alissa.

 

Dijelaskan, RUU P-KS mengajukan celah hukum Indonesia. Mulai definisi, pencegahan, perlindungan korban, hingga penanganan kasus kekerasan seksual. Namun, RUU itu belum juga disahkan karena mendapat pro-kontra di kalangan masyarakat. Hal ini membuat banyak kasus kekerasan seksual tidak bisa ditangani dengan semestinya.

 

Gusdurian pun mengajak pimpinan perguruan tinggi di Indonesia untuk menerapkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 dan menjadikannya sebagai bagian dari sosialisasi pengenalan kehidupan kampus yang bebas dari kekerasan seksual.

 

"Nama baik kampus diwujudkan dengan mengusut tuntas kasus kekerasan seksual, bukan justru menutupinya sebagaimana banyak terjadi di banyak perguruan tinggi di Indonesia. Perguruan tinggi juga bisa mengusut dugaan kasus kekerasan seksual di kampusnya yang masih menggantung,” tegas putri sulung KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu.

 

Selain itu, Gusdurian juga menyerukan kepada kampus-kampus negeri untuk menjadi teladan bagi kampus-kampus yang lain dengan menerbitkan mekanisme pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual.

 

“Saat ini hanya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang sudah memiliki peraturan rektor terkait pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual,” tegas Alissa.

 

Tak lupa, Alissa mengajak seluruh penggerak Gusdurian di seluruh wilayah Indonesia, dan beberapa yang terdapat di luar negeri, untuk terus mendukung segala upaya menghapus kekerasan seksual.

 

“Selama ini banyak terjadi misinformasi dan disinformasi yang mengaburkan substansi upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual,” pungkas Alissa, dalam Pernyataan Sikap Jaringan Gusdurian itu.

 

Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj telah mendorong agar agar ada penyempurnaan dalam Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi.

 

Meski tidak menjelaskan poin yang harus disempurnakan, Kiai Said mengaku dalam waktu dekat akan mengadakan pertemuan dengan Menteri Nadiem Makarim untuk mendiskusikan terkait penyempurnaan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 itu. 

 

“Nanti Mendikbudristek (Nadiem Makarim) akan menemui saya katanya,” ujar Kiai Said usai melakukan penandatanganan kontrak kerja sama (MoU) dan peletakan batu pertama pembangunan Rumah Sehat Baznas-NU, di Johar Baru, Jakarta Pusat, pada Senin (15/11/2021) kemarin. 

 

Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan