BNPT: Kelompok Muda dan Perempuan masih Rentan Terpapar Radikalisme
Selasa, 25 Februari 2020 | 10:45 WIB
Jakarta, NU Online
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol. Ir. Hamli mengatakan bahwa kelompok muda dan kaum perempuan termasuk kelompok rentan yang masih mudah terpapar paham radikal terorisme.
“Kalau dilihat dari hasil penelitian memang kerentanan itu tergantung dari latar belakang itu sendiri. Nah sekarang yang banyak itu adalah pemuda dan juga kaum perempuan yang untuk saat ini kerentanannya itu cukup signifikan. Untuk itu hal seperti itu harus menjadi perhatian kita semua,” ujar Hamli di Jakarta, Ahad (23/2)
Diawali sikap intoleran
Hamli menjelaskan bahwa gejala terorisme terjadi dalam sejumlah tahapan. Pertama, gejala pemikiran radikal bermula dari intoleransi. Intoleransi, dalam penjelasannya disebutkan sebagai sifat yang tidak menolak perbedaan, tidak mau bekerjasama dengan yang berbeda.
“Yang berbeda itu dianggap oleh mereka yang intoleran itu sebagai musuh. Itu masih pemikiran di kepala. Itu adalah ‘gunung es’ yang dibawah. Nah ketika itu (pemikiran) mulai mengeras, kemudian bisa naik ‘pangkat’ jadi radikal teror,” katanya.
Setelah sifat intoleran, lanjut Hamli, tahapan selanjutnya adalah sikap anti terhadap Pancasila. Tahapan berikutnya adalah sikap anti terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam tahapan ini, Indonesia akan dianggap negara kafir atau thogut. Selanjutnya adalah kebiasaan mengkafir-kafirkan orang lain dengan menyebarkan paham takfiri.
“Padahal mengkafirkan orang lain itu tidak diperbolehkan di dalam suatu agama. Agama apapun bisa terjadi. Agama A menyalahkan Agama B demiklian pula sebaliknya agama B menyalahkan agama A. Jadi itu indikasinya. Jadi marillah kita semua meyakini agama anda masing-masing. Tapi anda juga meyakini dan menghormati agama orang lain yang menurut pemeluknya masing-masing adalah benar. Jadi kita hormati saja,” ujarnya.
Perlu pembinaan dan penindakan hukum tegas
Kelompok demikian yang tidak mendapat pembinaan dengan baik, lanjutnya, dapat menjelma menjadi pelaku teror. Hal itulah yang menyebabkan seseorang menjadi pelaku teror dengan melakukan aksi pengeboman seperti di bom bunuh diri di sejumlah tempat.
“Kalau sudah seperti itu yang melaksanakan bukan pencegahan lagi, tetapi melakukan peneggakan hukum terhadap pelaku-pelaku ini,” pungkasnya.
Editor: Ahmad Rozali