Buka Rakernas JQHNU, Gus Yahya Ungkap Tradisi Tabaruk Al-Qur'an Hanya Ada di Indonesia
Jumat, 28 Juli 2023 | 22:00 WIB
Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf saat memukul gong menandai pembunaan Rakernas JQHNU di Hotel Sahid, Jakarta, Jumat (28/7/2023). (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) secara resmi membuka Rapat Kerja Nasional Jam’iyatul Qurra’ wal Huffazh Nahdlatul Ulama (Rakernas JQHNU) di Hotel Sahid Jakarta, pada Jumat (28/7/2023).
Pembukaan Rakernas JQHNU ditandai dengan pemukulan gong sebanyak tiga kali oleh Gus Yahya yang didampingi Rais Majelis Ilmi PP JQHNU KH Ahsin Sakho Muhammad, Ketua Umum Pimpinan Pusat JQHNU KH Saifullah Ma'shum, dan Wakil Ketua MPR RI yang seorang penghafal Qur'an H Jazilul Fawaid.
Sebelum secara simbolis membuka Rakernas JQHNU, Gus Yahya menyampaikan sambutan sekaligus sejumlah arahan untuk organisasi tempat berkumpulnya para pembaca dan penghafal Al-Qur'an ini.
Pada kesempatan tersebut, Gus Yahya mengungkap bahwa terdapat tradisi membaca Al-Qur'an untuk mengawali sebuah acara, dan tradisi itu hanya ada di Indonesia. Bahkan, ayat-ayat Al-Qur'an dibaca dan diharapkan dapat menjadi washilah untuk menyelesaikan berbagai macam urusan. Inilah yang menjadikan JQHNU sangat dibutuhkan eksistensinya.
"Satu hal yang jelas bahwa jamiyah ini (JQHNU) dibutuhkan. Terutama karena sudah menjadi tradisi yang mengakar di masyarakat untuk bertabaruk (mengambil barokah) kepada Al-Qur'an. Dalam berbagai macam urusan, tidak lepas tabaruk kepada Al-Qur'an," kata Gus Yahya.
Ia mengaku sudah sangat sering mengikuti berbagai kegiatan Islam di kancah internasional, terutama di Timur Tengah. Tetapi di belahan dunia yang pernah dikunjungi Gus Yahya itu tak pernah ada acara yang diawali dengan tilawatil Qur'an.
"Tradisi itu sudah sangat mengakar di Nusantara. Di sini mau apa saja pasti tIlawatil Qur'an dulu. Mau diskusi, seminar, selamatan bayi, memberangkatkan mayit, mau ijab kabul, semua tabaruk dengan Al-Qur'an. Itu hanya di sini. Di tempat lain, saya nggak pernah lihat," jelas Gus Yahya.
Tradisi tersebut sudah sangat mendalam dan mengakar di negeri ini, termasuk khatmil Qur'an atau mengkhatamkan pembacaan Al-Qur'an.
"Tabaruk dengan khatmul Qur'an itu juga saya kira hanya di Nusantara. Kita punya tradisi kuat sekali. Dalam segala hajat masyarakat harus selalu diperlukan selamatan dan itu bertabaruk dengan khatmul Qur'an," tuturnya.
Karena tradisi yang sangat kuat itulah, di tengah-tengah masyarakat Indonesia ada sekelompok orang yang profesional di bidang membaca Al-Qur'an.
"Kurang lebih profesional di dalam soal sebagai qari di berbagai acara maupun sebagai penghafal yang mengkhatamkan Qur'an. Kelompok profesional ini ada di dalam JQHNU ini," katanya.
Eksistensi JQHNU
Gus Yahya pun bersyukur, JQHNU meskipun mengalami pasang-surut keadaan, tetapi masih bisa eksis sampai saat ini sejak didirikannya pada 1951. Salah satu modal JQHNU bisa eksis sampai sekarang adalah barokah Al-Qur'an yang sulit dilogikakan.
"Banyak organidasi didirikan tapi umurnya tidak lama, kemudian hilang, tapi JQH ini walaupun ada pasang surut tapi bisa eksis sampai sekarang," kata Gus Yahya.
Kalau dilihat dari susunan kepengurusan JQH pada awal didirikan, terdapat tokoh gabungan lintas-organisasi yakni Masyumi dan NU. Karena itu, di awal-awal berdiri, kepengurusan JQH diisi oleh tokoh sekaliber Mohammad Natsir dan Buya Hamka.
"Tetapi sekarang terbukti, yang tetap istiqamah berdedikasi adalah kader-kader NU, yang lain sudah hilang," pungkas Gus Yahya.
Sebagai informasi, Rakernas ini dihadiri oleh para ketua PW JQHNU se-Indonesia; 40 mahasiswa dari Madura, Jawa, DKI Jakarta sebagai calon pengurus komisariat JQHNU di perguruan tinggi.
Pewarta: Aru Lego Triono