Cirebon, NU Online
Fenomena banyaknya masjid yang pintu masuknya dikunci akhir-akhir ini membuat sebagian ulama dari kalangan Nahdlatul Ulama menjadi prihatin. Pasalnya, hal itu seolah-olah menandakan telah terjadi pergeseran fungsi masjid dari yang tadinya sebagai pusat peradaban yang melayani umat, menjadi tempat yang diperebutkan antarsekte dan melancarkan ujaran kebencian sehingga membuat umat mejadi terpecah belah.
KH Syakur Yasin, seorang ulama kharismatik dan masyhur asal Indramayu yang menjadi salah satu narasumber dalam kegiatan Seminar Halaqah Kemasjidan Ingsun Titip Tajug lan Fakir Miskin menanggapi serius terkait fenomena-fenomena seperti yang terjadi tersebut.
"Masjid bisa seperti itu karena ada suatu problem yang harus segera diselesaikan," kata Buya Syakur pada kegiatan yang diselenggarakan oleh Lembaga Takmir Masjid (LTM) PBNU bekerjasama dengan Keraton Kasepuhan Cirebon dan berlangsung di Gedung Pasca Sarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Sabtu (23/11).
Solusi supaya masjid tidak dikunci, tidak menjadi tempat penyebaran ujaran kebencian dan hal-hal negatif lainnya, menurut Buya Syakur, yaitu dengan mengembalikan fungsi masjid kepada fungsi sebagaimana yang telah digagas dan dipraktikan oleh Nabi Muhammad Saw. Pada saat itu, masjid berfungsi sebagai gedung serbaguna untuk kegiatan masyarakat, sehingga nilai kemanfaatannya benar-benar terlihat.
"Faktor yang menyebabkan hal ini terjadi karena masjid hanya dipergunakan untuk ibadah yang bersifat ritual saja dan telah terjadi pengkerdilan terhadap masjid dengan cara sakralisasi masjid itu sendiri, seperti dikunci dan anak-anak dilarang bermain di masjid. Padahal substansinya terletak pada manfaatnya bukan pada kesakralannya," ujar Buya Syakur.
Ia menegaskan, masjid seharusnya menjadi pusat dari kegiatan-kegiatan yang bersifat universal, yaitu selain tempat menjalankan ibadah ritual, masjid juga menjadi tempat untuk pelakansaan kegiatan-kegiatan sosial, pengembangan intelektual dan ekonomi.
Buya Syakur juga memberikan salah satu strategi yang harus dikembangkan supaya masjid menjadi tempat yang banyak diminati oleh semua kalangan, dan dengan harapan pusat peradaban kembali lagi terwujud dari masjid.
"Ke depan, masjid minimal lahannya harus satu hekatar, di sekitar areal masjidnya ada madrasah, Puskesmas, taman kanak-kanak, perpustakaan dan tempat olahraganya juga. Jadi semua kegiatan ada di masjid. Bahkan bila perlu pasang wifi dan wahana bermain anak supaya menarik perhatian mereka agar mau pergi ke masjid," lanjutnya.
Menurutnya, walaupun masyarakat pergi ke masjid hanya sekadar untuk bermain saja, lama kelamaan mereka pun akan masuk ke dalam masjid dan merasakan kenyamanan, serta melakukan ibadah.
Kontributor: Adrian Fauzi Rahman
Editor: Kendi Setiawan