Cara Orang Tua Tangani Perilaku Anak Pelaku Kekerasan menurut Psikolog
Ahad, 22 September 2024 | 18:00 WIB
Jakarta, NU Online
Kekerasan yang dilakukan anak-anak saat ini mulai ramai diperbincangkan karena fenomena-fenomena tersebut mulai sering terjadi. Psikolog Klinis Anak Niken Woro Indriastuti mengungkap beberapa cara atau peran penting orang tua dalam memahami dan menangani perilaku anak yang menjadi pelaku kekerasan.
“Ada baiknya, saat anak ketahuan melakukan kekerasan, orang tua atau orang dewasa di sekitar anak menanyakan kepada mereka dalam kondisi yang netral, ekspresi wajah biasa saja, dan menggunakan nada suara yang datar,” jelas Niken pada NU Online, Sabtu (21/9/2024) malam.
Niken juga menyampaikan, ketika anak terlanjur melakukan kekerasan sebaiknya orang tua melakukan pemeriksaan psikologis untuk mengetahui permasalahan anak.
“Jika ternyata anak melakukan kekerasan, maka ada baiknya membawa anak melakukan pemeriksaan psikologis untuk mengetahui masalah utama dalam diri anak sehingga kita dapat memahami apa yang mendasari anak melakukan kekerasan tersebut,” paparnya.
Ia menjelaskan bahwa tujuan dari mengenali kondisi psikologis anak adalah untuk membantu anak lebih nyaman dalam mengungkapkan perasaan dan pikiran mereka untuk membantu mereka lebih terbuka dengan kita karena merasa aman untuk bercerita.
“Ada baiknya juga sampaikan ke anak bahwa apa yang mereka lakukan itu salah, perlu berani bertanggung jawab, dan orang tua tetap ada untuk mereka. Jadi tidak perlu teriak-teriak, histeris, atau malah menyalahkan dan mengusir mereka,” ujar Niken.
Niken juga menguraikan bahwa kondisi psikologis anak yang melakukan kekerasan biasanya karena belum terbentuknya kontrol diri yang baik, sehingga muncul perasaan dan pikiran negatif yang memicu perilaku kenakalan dan kejahatan.
“Umumnya anak-anak yang melakukan perilaku tersebut, diliputi oleh pikiran dan perasaan ingin menyakiti, yang bisa berasal dari rasa marah, kecewa, dendam, atau putus asa. Oleh sebab itu, anak yang melakukan perilaku menyimpang memiliki kondisi emosi yang tidak stabil sehingga tidak dapat berpikir secara jernih dalam mengambil tindakan,” tegasnya.
Niken juga memberikan cara mengantisipasi perilaku kekerasan dan menanamkan kesopanan terutama kepada anak di era digital yang kerap menampilkan kekerasan seperti contohnya pada game dan film.
“Sebagai orang tua dan orang dewasa disekitar anak, ada baiknya menjadi tempat untuk mereka menuangkan pikiran dan perasaan yang hadir. Ada baiknya kita sebagai orang tua dan orang dewasa untuk mereka, menjadi pendengar yang baik dan memvalidasi perasaan mereka. Umumnya anak menjadi memiliki emosi yang tidak stabil karena tidak didengarkan dan tidak mendapatkan validasi atau apa yang dirasakan serta dipikirkan,” katanya.
Selain itu, lanjut Niken, orang tua dapat mengajak anak melakukan kegiatan bersama, seperti melakukan pekerjaan rumah bersama, nonton film bareng, main game bareng, masak, dan lain-lain.
"Tujuannya untuk membangun kedekatan emosional dengan mereka. Dari kegiatan bersama yang kita lakukan bersama anak, kita dapat sembari menyampaikan tentang nilai-nilai kesopanan, kebaikan, dan rasa saling,” tambahnya.
Niken menambahkan, orang tua dan orang dewasa di sekitar anak dapat mengajarkan cara yang tepat dalam meluapkan emosi terutama rasa marah, kecewa, kesal, dan sedih.
"Harapannya adalah melalui kegiatan yang menyenangkan tersebut, maka kemungkinan mereka melakukan kekerasan menjadi berkurang," pungkasnya.