Darurat Kekerasan Seksual, Ini Pernyataan Sikap Kongres Ulama Perempuan Indonesia
Kamis, 16 Desember 2021 | 16:30 WIB
Jakarta, NU Online
Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) bersama Jaringan Masyarakat Peduli Darurat Kekerasan Seksual yang didukung oleh lebih dari 300 organisasi, pesantren, lembaga, dan komunitas di Indonesia, melontarkan pernyataan sikap terkait kasus kekerasan seksual di Indonesia yang sudah mencapai tahap darurat.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ketua Majelis Musyawarah KUPI Nyai Hj Badriyah Fayumi dan Tokoh Agama dan Akademisi Assoc Prof Wawan Gunawan Abdul Wahid dalam agenda Istighotsah Kubro dan Doa Bersama untuk Keselamatan Bangsa dari darurat Kekerasan Seksual pada Selasa, (14/12/2021).
“Maka dengan ini, kami Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia atau KUPI dan Jaringan Masyarakat Peduli Darurat Kekerasan Seksual menyatakan sikap,” ujar Wakil Ketua Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU) tersebut.
Pertama, setiap tindakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh siapapun, kapan pun, di mana pun, dan dalam bentuk apapun adalah sebuah kezaliman yang bertentangan dengan cita-cita Islam untuk menjadi rahmat bagi semesta dan menyempurnakan akhlak mulia manusia, norma-norma adat dan tradisi luhur ketimuran, nilai-nilai Pancasila, serta hak-hak dasar warga negara Republik Indonesia.
“Kedua, kekerasan seksual di Indonesia sudah mencapai tahap darurat yang memerlukan kerja sama seluruh komponen bangsa yang beradab sebagai panggilan iman bagi seluruh umat beragama,” urai Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat tersebut.
Ketiga, lanjutnya, kondisi darurat kekerasan seksual ini mewajibkan negara sebagai Ulil Amri untuk menciptakan sistem perlindungan hukum untuk mencegah setiap anak bangsa menjadi korban maupun pelaku kekerasan seksual, melindungi dan memulihkan korban juga merehabilitasi pelakunya.
Sementara itu, Wawan menyampaikan beberapa rekomendasi, melanjutkan sejumlah pernyataan sikap yang disampaikan oleh Nyai Badriyah.
“Merekomendasikan, satu, kepada para tokoh agama masyarakat dan tokoh adat untuk menjaga adat, tradisi, dan tafsir keagamaan yang adil dan beradab dan secara aktif mewujudkan sistem pendukung bagi pencegahan kekerasan seksual oleh siapapun dan perlindungan serta pemulihan korban serta menghukum dan memberi tindakan korektif kepada pelaku,” paparnya.
Kedua, kepada pemerintah untuk secara sungguh-sungguh mengupayakan sistem pendidikan publik untuk membangun kesadaran tentang bahaya kekerasan seksual dan membangun sistem perlindungan hukum untuk mencegah siapapun menjadi korban dan pelaku kekerasan serta melindungi dan memenuhi hak-hak korban.
Ketiga, sambungnya, kepada masyarakat dan korporasi untuk berpartisipasi mewujudkan sistem pencegahan dan kekerasan seksual dan aktif memberikan dukungan pada korban.
“Wa bil khusus kepada DPR Republik Indonesia dan pemerintah agar segera memenuhi amanat konstitusi untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan mewujudkan sistem perlindungan hukum yang memberikan akses keadilan bagi korban, mencegah keberulangan tindak pidana kekerasan seksual, menjamin tidak adanya impunitas pelaku, serta menjaga setiap warga bangsa dari menjadi pelaku dan korban kekerasan seksual,” katanya.
Terakhir, ia mengatakan, kepada media massa dan para influencer untuk mengoptimalkan pembentukan wacana dan sikap mendukung korban dan memutus impunitas pelaku kekerasan seksual, serta ikut serta mendidik masyarakat untuk berperilaku mulia, beradab, menghormati hak-hak dasar setiap orang, terutama dengan menghindari segala bentuk kekerasan seksual.
Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Muhammad Faizin