Di Balik Tradisi Bani Alawi Membaca Sahih Bukhari pada Bulan Rajab
Jumat, 25 Februari 2022 | 14:45 WIB
Habib Ahmad bin Novel bin Jindan jelaskan tradisi Bani Alawi yang khatamkan kitab Sahih Bukhari di bulan Rajab. (Foto: tangkapan layar)
Jakarta, NU Online
Salah satu tradisi yang dimiliki oleh Bani Alawi, marga keturunan Nabi Muhammad melalui jalur Imam Alwi bin ‘Ubaidillah cucu dari Imam Ahmad al-Muhajir, adalah membaca kitab Sahih Bukhari sampai selesai di bulan Rajab.
Pendakwah Habib Ahmad bin Novel bin Jindan menjelaskan latar belakang munculnya tradisi tersebut. Menurutnya, tradisi pembacaan Sahih Bukhari di Bulan Rajab sudah dilakukan oleh Bani Alawi sejak dulu di Kota Tarim, Yaman. Alasannya, untuk memperingati masuknya agama Islam di negeri seribu wali itu.
"Alasan di bulan Rajab karena selain (Rajab) sebagai bulan yang agung, juga karena bulan tersebut memiliki keistimewaan tersendiri bagi negara Yaman, yaitu masuknya agama Islam ke negara tersebut," kata Habib Ahmad pada acara Khataman Sahih Bukhari di Yayasan Al-Fachriyah, Larangan, Tangerang, Banten, Kamis (24/2/2022) malam.
Lebih lanjut, pimpinan Yayasan Al-Fachriyah itu menjelaskan, tradisi tersebut diadopsi dari kota Zabid di Yaman yang dibawa oleh ulama ahli hadits bernama Habib Abdurrahman bin Sulaiman al-Ahdal. Setelah itu, banyak ulama Tarim yang mengamalkannya seperti Habib Muhammad bin Hadi bin Hasan as-Segaf yang membaca Sahih Bukhari dalam satu atau dua minggu, kadang bisa lebih dari sepuluh hari.
Selain untuk mengenang masuknya Islam di Yaman, tradisi pembacaan Sahih Bukhari juga dibaca saat sedang ada musibah melanda umat Muslim dan tidak harus di baca pada bulan Rajab saja, tapi sesuai waktu turunnya musibah tersebut.
"Jika sedang ditimpa musibah, ada bencana yang menimpa umat Islam di berbagai penjuru, mereka para sadah Bani Alawi berkumpul (membaca Sahih Bukhari) tidak hanya di Bulan Rajab, dengan niat agar Allah mengangkat bencana tersebut," papar Habib Ahmad.
Habib Ahmad mengisahkan, pernah Habib Ali bin Muhammad bin Husein al-Habsy menulis surat untuk beberapa ulama di Tarim saat terjadi musibah di kota. Surat tersebut berisi perintah untuk mengkhatamkan Sahih Bukhari di Masjid Ba’alawi agar musibah segera diangkat oleh Allah.
Bahkan, lanjut Habib Ahmad, tradisi ini juga disebarkan oleh Bani Alawi ke luar Yaman seperti Habib Muhammad bin Hadi, Habib Ali bin Muhammad bin Husein al-Habsyi, Habib Ali bin Abdurrahman bin Abdullah bin Muhammad bin Husein al-Habsyi di kelurahan Kwitang, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat.
"Lebih dari seratus tahun Sahih Bukhhari dibaca di Kwitang setiap bulan Rajab sejak zaman Habib Ali memulai dakwahnya hingga beliau wafat," ucap Habib Ahmad.
Pembacaan Sahih Bukhari di Indonesia juga dilakukan oleh Habib Ali bin Muhammad bin Husein al-Habsyi di Masjid Riau Sumatra, Habib Alawi bin Muhammad bin Husein al-Habsy di Solo Jawa Tengah, Ahmad bin Abdullah al-Atas di Pekalongan Jawa Tengah, dan lain sebagainya.
Lebih jauh, tradisi pembacaan Sahih Bukhari juga terjadi di Makkah oleh Habib Muhammad bin Ali bin Husein bin Ibrahim al-Maliki di Masjidil Haram dulu setiap bulan Ramadhan. Lalu kakaknya, Imam Muhammad Abid bin Husein bin Ibrahim juga melakukan hal yang sama.
Bahkan, kakek mereka berdua, Imam Ibrahim al-Maliki al-Mishri membagi kitab Sahih Bukhari ke dalam 30 bagian untuk dibaca ketika bulan Ramadhan dan diselesaikan tepat pada hari raya Idul Fitri.
Sebagaimana diketahui, kitab Sahih Bukhari merupakan salah satu kitab penting dalam kajian hadits, bahkan muatannya dinilai paling sahih setelah Al-Quran. Kitab ini ditulis oleh Imam Bukhari, salah satu ahli hadits termasyhur, dengan nama Al-Jami'ush Shahih.
Menurut pengakuan penulisnya, disusun sebagai hasil dari menemui 1.080 orang guru ahli (sarjana) dalam bidang ilmu hadits. Bukhari menulis kitab ini dengan penuh ketelitian, bahkan membutuhkan waktu selama 16 tahun untuk menyelesaikannya.
Kitab tersebut memuat sebanyak 600 ribu hadits, dan 300 ribu di antaranya sudah dihafal oleh penulisnya.
Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Aiz Luthfi