Muhammad Syakir NF
Penulis
Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah mengikhbarkan bahwa 1 Rajab 1443 H jatuh pada Kamis, 3 Februari 2022. Hal ini dikarenakan hilal tidak terlihat sehingga bulan Jumadal Akhirah digenapkan menjadi 30 hari.
Bulan Rajab termasuk ke dalam empat bulan mulia. Hal ini menjadikan bulan Rajab sangat istimewa sehingga berbagai amalan yang dikerjakan di dalamnya juga memiliki kandungan nilai yang sangat tinggi, di antaranya puasa Rajab.
Hukum puasa Rajab
Melaksanakan puasa di bulan Rajab ini dianjurkan atau sunah. Hal ini didasarkan pada penjelasan Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam Fathul Mu’in. Ia menulis, bahwa bulan paling utama untuk ibadah puasa setelah Ramadhan ialah bulan-bulan yang dimuliakan Allah dan Rasulnya. Yang paling utama ialah Muharram, kemudian Rajab, lalu Dzulhijjah, terus Dzulqa‘dah, terakhir bulan Sya‘ban.
Selain itu, Rasulullah saw juga pernah melaksanakan puasa di bulan Rajab. Hal ini didasarkan pada sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim. Hadits ini merupakan dialog tanya jawab dari Utsman ibn Hakim al-Anshari kepada Sa’id ibn Jubair.
“Saya bertanya kepada Sa’id Ibn Jubair tentang puasa Rajab, beliau menjawab berdasarkan kisah dari Ibnu ‘Abbas bahwa Rasulullah SAW senantiasa berpuasa sampai kami berkata nampaknya beliau akan berpuasa seluruh bulan. Namun suatu saat beliau tidak berpuasa sampai kami berkata, nampaknya beliau tidak akan puasa sebulan penuh.” (HR: Muslim)
Hadits tersebut menunjukkan bahwa melaksanakan puasa Rajab bukanlah suatu bid’ah yang tercela.
Waktu puasa Rajab
Puasa sunnah dianjurkan untuk dilakukan sebanyak mungkin. Puasa boleh dilaksanakan kapan saja selain di hari-hari yang diharamkan, yakni Idul Fitri, Idul Adha, dan tiga hari tasyrik. Rasulullah saw sebagaimana keterangan di atas mengerjakan puasa Rajab tidak sampai sebulan.
Dalam kitab Kifayatul Akhyar, dijelaskan bahwa mayoritas ulama berpendapat bahwa selagi khawatir akan mudharat tertentu atau melalaikan kewajiban karena puasa, maka puasa sepanjang masa hukumnya makruh. Namun, jika tidak membawa akibat tertentu, maka tidak makruh.
Niat puasa Rajab
Dalam menjalankan ibadah puasa, seorang Muslim diwajibkan untuk berniat terlebih dahulu. Adapun lafal niat puasa Rajab ini adalah sebagai berikut:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ رَجَبَ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnati Rajaba lillâhi ta‘âlâ.
Artinya: “Aku berniat puasa sunah Rajab esok hari karena Allah swt.”
Jika belum sempat berniat di malam hari, Muslim tetap boleh berpuasa Rajab asalkan belum makan dan minum sejak Subuh dan wajib berniat sampai sebelum waktu dzuhur tiba.
Adapun niat puasa sunah Rajab di siang hari adalah sebagai berikut.
نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ رَجَبَ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i sunnati Rajaba lillâhi ta‘âlâ
Artinya: “Aku berniat puasa sunah Rajab hari ini karena Allah swt.”
Pewarta: Syakir NF
Editor: Muhammad Faizin
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua