Nasional

DPR Desak Evaluasi Trans7, Tayangan Dinilai Lukai Martabat Kiai dan Pesantren

Kamis, 16 Oktober 2025 | 19:30 WIB

DPR Desak Evaluasi Trans7, Tayangan Dinilai Lukai Martabat Kiai dan Pesantren

Rapat DPR dengan bersama Kementerian Komdigi, KPI, Trans7, dan Himpunan Alumni Santri Lirboyo (Himasal) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (16/10/2025). (Foto: NU Online/Fathur)

Jakarta, NU Online

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menegur keras stasiun televisi Trans7 atas penayangan program yang dinilai melecehkan kiai dan pesantren. 


Teguran itu disampaikan dalam rapat resmi yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Cucun Ahmad Syamsurijal bersama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Trans7, dan Himpunan Alumni Santri Lirboyo (Himasal) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (16/10/2025).


Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanulhaq menilai tayangan tersebut bukan sekadar kesalahan teknis, tetapi mencerminkan rendahnya etika jurnalistik dan ketidakpahaman terhadap nilai-nilai pesantren.


“Prinsip-prinsip dasar jurnalistik sudah dilanggar dan melakukan cherry picking. Narasi dibuat dulu, baru dicari penguatnya. Karena itu kami ingin tahu siapa penulis naskahnya, siapa naratornya, dan siapa yang berada di balik produksi ini,” tegas Maman dalam rapat.


Ia menilai, cara pandang media yang keliru terhadap pesantren telah menimbulkan luka bagi jutaan santri dan alumni.


“Masih banyak orang melihat pesantren dengan cara pandang abad ke-18, padahal ini abad ke-21. Pesantren sangat terbuka, demokratis, dan cinta negeri,” ujarnya.


Maman menegaskan, pesantren tidak hanya menjadi pusat pendidikan agama, tetapi juga benteng moral bangsa yang berperan besar dalam menjaga nilai-nilai kebangsaan.


Ia meminta KPI dan Komdigi memperkuat pengawasan agar media tidak lagi menayangkan konten yang memecah belah masyarakat.


“Jangan karena mau mengejar rating, lalu dibuatlah konten yang memecah belah. Ini yang tidak boleh. Kita akan bicarakan secara terbuka dalam pertemuan ini,” tandasnya.


Senada dengan hal tersebut, Anggota Komisi X DPR RI Habib Syarif Muhammad menilai tayangan yang memicu kontroversi itu sebagai bentuk kelalaian redaksional yang fatal. Ia mengaku tidak yakin Trans7 tidak memiliki mekanisme verifikasi dan seleksi materi sebelum ditayangkan.


“Saya tidak yakin Trans7 tidak punya tim untuk memverifikasi materi tayangan. Ini jelas sangat super sensitif. Di balik nama Lirboyo, ada jutaan orang yang tersinggung bukan hanya santri, tapi juga para alumni,” tegasnya.


Habib Syarif menyayangkan program tersebut hanya melihat pesantren dari permukaan tanpa memahami sosiologi dan kehidupan para kiai secara utuh. Ia menilai, gambaran yang diangkat justru bertolak belakang dengan kenyataan.


“Tidak ada yang namanya kiai digaji, tidak ada yang namanya kiai ditanggung. Menjadi imam salat lima waktu saja sudah amanah berat. Tayangan ini jelas sangat kita sesalkan,” ujarnya.


Habib Syarif menambahkan, para santri dan alumni Lirboyo masih menahan diri dengan menjaga etika dan akhlak. Namun, ia mengingatkan agar persoalan ini segera diselesaikan sebelum memicu reaksi lebih luas.


“Kalau tidak secepatnya diatasi, kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Karena kawan-kawan santri itu masih menjaga etika, tapi ketika tersinggung, itu soal harga diri,” katanya.


Ia meminta KPI membuat catatan dan rekomendasi resmi terhadap tayangan yang dianggap melanggar undang-undang dan melukai mayoritas umat Islam di Indonesia.


“Kalau hanya menghentikan program, itu tidak seimbang. KPI harus mencatat bahwa ini bukan pertama kali, melanggar aturan, dan sangat melukai mayoritas muslim. Catatan itu harus diteruskan ke Komdigi agar ada langkah percepatan,” tutupnya.