Nasional

DPR Minta Kemenhaj Cermati Wacana Penyembelihan Dam Haji di Indonesia untuk 2026

Selasa, 25 November 2025 | 20:00 WIB

DPR Minta Kemenhaj Cermati Wacana Penyembelihan Dam Haji di Indonesia untuk 2026

Ilustrasi dam haji. (Foto: NU Online/Freepik)

Jakarta, NU Online 

 

Anggota Komisi VIII DPR RI Derta Rohidin merespons wacana Kementerian Haji dan Umrah mengenai perubahan tata kelola Dam (denda/diyat) Haji 2026 yang membuka opsi penyembelihan hewan dam di Indonesia.

 

Ia menilai wacana tersebut perlu dicermati sebagai bagian dari penguatan layanan haji sekaligus pendayagunaan potensi lokal. Derta menilai kebijakan ini dapat memberikan dampak lebih luas di dalam negeri apabila dirumuskan dengan tepat.

 

“Wacana pemotongan dam haji di Tanah Air adalah langkah rasional dan progresif. Ini bukan sekadar persoalan logistik ibadah, tetapi merupakan perwujudan kemandirian umat dan peluang besar untuk menggerakkan ekonomi kerakyatan di sektor peternakan,” ujarnya dalam keterangan yang diterima NU Online Selasa (25/11/2025).

 

Wacana ini disampaikan Menteri Haji dan Umrah Irfan Yusuf dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI pada (18/11/2025). 

 

Pemerintah membuka opsi penyembelihan hewan dam di Indonesia dengan melibatkan beberapa lembaga, seperti Baznas, BPJPH, BPOM, Kementerian Pertanian, serta asosiasi peternak. 

 

Tujuannya mencakup kemudahan bagi jamaah sekaligus penguatan rantai pasok hewan ternak yang memenuhi standar kesehatan dan kehalalan.

 

Dengan kuota haji Indonesia tahun 2026 sebanyak 221.000 jamaah dan mayoritas menjalankan haji tamattu kebutuhan hewan dam diperkirakan tetap tinggi. Data Kemenag mencatat sekitar 214.567 ekor kambing digunakan untuk dam pada 2024. Derta menilai angka tersebut menunjukkan besarnya potensi yang perlu dikelola secara terencana apabila skema penyembelihan dilakukan di dalam negeri.

 

Ia juga menyoroti aspek distribusi daging dam jika nantinya dilakukan di Indonesia.

 

“Kolaborasi dengan Baznas memastikan penyaluran daging Dam berlangsung sesuai kaidah syariah, tepat sasaran, dan menjangkau wilayah khususnya 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar). Ini mengonversi kewajiban ibadah menjadi program pengentasan kemiskinan yang berkelanjutan,” jelasnya.

 

Derta menyampaikan bahwa wacana ini perlu disertai dengan pengaturan yang jelas, termasuk mekanisme pembayaran dam. Ia mengusulkan adanya sistem terpusat melalui Baznas atau lembaga keuangan syariah yang ditunjuk, agar pencatatan dan pengawasan lebih mudah dilakukan serta memudahkan jamaah.

 

Selain itu, ia mengusulkan pembentukan Klaster Peternakan Dam Haji (KPDH) di sejumlah wilayah sentra ternak. Wilayah tersebut mencakup Jawa, Sumatera, dan Banten. 

 

“KPDH ini harus memiliki standar kualitas ternak yang ketat dan mekanisme pengadaan yang transparan, sehingga peternak dapat mempersiapkan stok jauh hari sebelum musim haji,” tegasnya.

 

Derta juga menilai peningkatan kapasitas Rumah Potong Hewan (RPH) dan pemanfaatan teknologi pengolahan daging menjadi hal yang perlu dipertimbangkan.

 

Menurutnya, hal tersebut mencakup proses pengemasan dan distribusi yang memungkinkan daging dam didistribusikan secara lebih merata. Ia menambahkan bahwa BPJPH dan BPOM perlu berperan dalam memastikan jaminan halal serta standar kesehatan.

 

Sementara itu, Menteri Haji dan Umrah RI Mochamad Irfan Yusuf menyatakan bahwa pemerintah belum dapat memastikan apakah opsi penyembelihan dam di Indonesia akan mulai diterapkan pada musim haji 1447 H/2026 M. Ia menegaskan bahwa keputusan tersebut menunggu keluarnya fatwa resmi Majelis Ulama Indonesia (MUI).

 

“Sampai hari ini, kita masih menunggu fatwa dari MUI tentang boleh tidaknya dam disembelih di Indonesia,” ujarnya usai menghadiri Munas XI MUI di Jakarta, (21/11/2025).

 

Ia menjelaskan bahwa isu dam menjadi salah satu topik utama dalam pembahasan antara pemerintah Indonesia dan otoritas Saudi.

 

“Dam memang salah satu dari dua isu krusial yang sering ditanyakan oleh Kementerian Haji Saudi kepada kami. (Dua isu itu adalah) dam dan istitha'ah kesehatan,” katanya.

 

Menurut Irfan, fatwa dari MUI sangat krusial karena pada penyelenggaraan haji tahun sebelumnya terdapat sebagian praktik penyembelihan dam di Tanah Air meski belum ada dasar fatwa yang membolehkan.

 

Ia juga menyoroti rendahnya angka pembayaran dam yang tercatat melalui jalur resmi. Dari sekitar 221.000 jamaah haji 2025, tercatat kurang dari 10.000 jamaah yang membayar dam melalui Baznas atau Adhahi.

 

“Isu pengelolaan dam, dari sekitar 221 ribu jamaah kita, hanya kurang dari 10 ribu yang tercatat resmi,” ucapnya.

 

Gus Irfan menyebut penyembelihan dam di Indonesia memiliki potensi ekonomi yang besar jika diterapkan. Ia mencontohkan, penyembelihan sekitar 200.000 kambing dapat menggerakkan nilai ekonomi hingga ratusan miliar rupiah di sektor peternakan.

 

“Ada 200 ribu kambing yang disembelih di Indonesia. Kalau satu kambing itu Rp2,5 juta, ada Rp500 miliar yang berputar di peternakan,” jelasnya.

 

Ia juga menyebut bahwa beberapa negara lain telah menerapkan pemotongan dam di dalam negeri, seperti Turki dan Mesir.

 

“Turki insyaallah 100 persen sudah menjalankan di sana. Mesir, sebagian besar juga (penyembelihan dam) sudah di sana,” terangnya.