Ekonom: Badan Pengaturan BUMN Harus Mampu Tekan Kesenjangan Ekonomi
Jumat, 3 Oktober 2025 | 11:00 WIB
Jakarta, NU Online
Ekonom Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Muhammad Aras Prabowo menekankan bahwa dampak dari perubahan status Kementerian BUMN menjadi Badan Pengaturan adalah harus mampu menekan kesenjangan ekonomi antara rakyat kaya dan miskin. Ia menegaskan, transformasi BUMN tidak boleh hanya berhenti pada elite.
"BUMN sebagai instrumen negara wajib menyediakan akses energi, transportasi, dan pangan dengan harga terjangkau," katanya saat dihubungi NU Online pada Jumat (3/10/2025).
"Bila UU baru hanya memperkuat konsolidasi kapital oleh segelintir elite, maka ia gagal memenuhi mandat Pasal 33 UUD 1945. Oleh karena itu, kebijakan harus jelas (yaitu) BUMN hadir untuk rakyat, bukan untuk oligarki," tambahnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa BUMN seharusnya tidak sekadar mengejar keuntungan finansial, tetapi juga memperkuat daya saing Indonesia di pasar global. Aras menekankan pentingnya industrialisasi yang berbasis pada kekuatan domestik.
"Dengan fondasi maritim yang kuat dan agraria yang luas, Indonesia punya peluang besar meneguhkan posisi di pasar internasional. Saya menekankan pentingnya strategi industrialisasi berbasis sumber daya domestik agar Badan Pengaturan BUMN mampu mengarahkan BUMN menjadi kampiun global tanpa kehilangan roh kerakyatan," jelasnya.
Lebih lanjut, Aras memberikan peringatan keras terhadap risiko politisasi dan dominasi oligarki dalam implementasi Badan Pengaturan BUMN, termasuk hingga level pelaksana seperti Danantara.
“Saya mengingatkan bahwa UU Badan Pengaturan BUMN hingga Danantara jangan menjadi alat politik elektoral maupun sarana oligarki bisnis,” katanya.
Menurutnya, jika arah perubahan hanya dimanfaatkan untuk membagi kekuasaan di antara elite, maka nilai strategis dari transformasi ini akan lenyap.
"Dalam pisau analisis akademik yang saya kembangkan, regulasi ini hanya akan sahih jika mampu menjadi penjaga kepentingan publik, bukan kepentingan elite," katanya.
Aras menilai bahwa transformasi Kementerian BUMN menjadi Badan Pengaturan adalah momentum penting bagi perbaikan tata kelola dan arah kebijakan ekonomi nasional, asalkan dijalankan dengan prinsip-prinsip keberpihakan pada rakyat.
"Akuntabilitas, transparansi, keberpihakan pada UMKM, kemandirian ekonomi, pengurangan kesenjangan, serta antisipasi terhadap oligarki adalah syarat mutlak. Tanpa itu semua, UU ini hanya akan menjadi kosmetik hukum tanpa makna substantif bagi pembangunan ekonomi nasional," pungkasnya.
Sebagai informasi, Rapat Paripurna DPR RI Ke-6 masa persidangan I tahun sidang 2025-2026 resmi mengesahkan perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada Kamis (2/10/2025). Salah satu poin penting dalam revisi ini adalah transformasi Kementerian BUMN menjadi Badan Pengaturan BUMN.