Nasional

Ekonom Minta Kebijakan Purbaya Tetap Progresif dengan Kontrol yang Kuat, Jangan Jadi Populis

Selasa, 28 Oktober 2025 | 09:00 WIB

Ekonom Minta Kebijakan Purbaya Tetap Progresif dengan Kontrol yang Kuat, Jangan Jadi Populis

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. (Foto: Instagram Purbaya)

Jakarta, NU Online

Ekonom Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Muhammad Aras Prabowo meminta agar beberapa kebijakan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa tetap progresif dengan kontrol yang kuat, baik dari lembaga terkait maupun rakyat.


Ia menegaskan pentingnya memastikan kebijakan penyaluran Rp200 triliun dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) ke bank-bank Himbara untuk sektor padat karya dan UMKM tidak berubah menjadi kebijakan yang bersifat populis.


“Kebijakan yang baik tidak berhenti pada pengumuman, tapi harus dikawal sampai hasilnya bisa dirasakan masyarakat. Jika tidak, kebijakan-kebijakan itu hanya akan menguap, menjadi headline sesaat tanpa dampak nyata,” katanya kepada NU Online pada Senin (27/10/2025).


Terkait pengawasan yang melibatkan rakyat, ia mendorong agar pengawasan partisipatif publik perlu diperkuat agar kebijakan fiskal lebih transparan dan akuntabel.


“Kebijakan Purbaya harus berdampak pada kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan, bukan sekadar menyenangkan publik sesaat. Masyarakat jangan larut dalam pemberitaan media; ikutlah mengawasi arah kebijakan fiskal negara,” jelasnya.


Ia mengungkapkan agar keberanian Purbaya tidak hanya diukur dari membuat kebijakan semata, tetapi dari kemampuannya mengawal implementasi kebijakan tersebut hingga benar-benar menyentuh kehidupan rakyat.


Ia mencontohkan seperti kebijakan pengurangan transfer ke daerah. Meski Menkeu Purbaya menyebut langkah tersebut sebagai upaya efisiensi agar dana dialihkan ke prioritas lain, tetapi Aras menilai bahwa kebijakan ini dapat menimbulkan persepsi negatif di daerah.


“Pengurangan transfer bisa ditafsirkan sebagai pemangkasan sumber daya lokal. Tapi jika dikawal dengan sistem yang berbasis kinerja, justru bisa mendorong kompetisi positif antar kepala daerah,” ujarnya.


Ia menambahkan bahwa penilaian harus didasarkan pada kinerja keuangan daerah dan keberpihakan terhadap rakyat, bukan hubungan politik dengan pemerintah pusat. Menkeu Purbaya harus memiliki sistem pemantauan yang transparan terhadap arus penggunaan dana di daerah.


“Kinerja daerah perlu dievaluasi dengan data akuntabilitas yang terbuka. Bukan berdasarkan kedekatan, tapi hasil nyata terhadap kesejahteraan masyarakat,” tegasnya.


Selain itu, lanjut Aras, rencana alokasi Rp 20 triliun untuk menghapus tunggakan BPJS Kesehatan bagi masyarakat tidak mampu juga mendapat perhatian Aras. Ia mengapresiasi kebijakan ini sebagai bentuk keberpihakan kepada rakyat kecil, namun menegaskan perlunya evaluasi manajemen BPJS.


“BPJS tidak bisa terus-menerus disubsidi tanpa pembenahan. Jika akar masalahnya ada di tata kelola dan manajemen, maka perlu dilakukan reformasi struktural. Pemerintah harus berani melakukan perombakan agar sistem kesehatan kita tidak terus menjadi beban fiskal setiap tahun,” terangnya.