Nasional

Ekonom Nilai RI Berisiko Resesi Ekonomi Akibat Anggaran Jumbo MBG dan Investor yang Hengkang

Selasa, 4 November 2025 | 15:45 WIB

Ekonom Nilai RI Berisiko Resesi Ekonomi Akibat Anggaran Jumbo MBG dan Investor yang Hengkang

Gambar hanya sebagai ilustrasi berita. (Foto: freepik)

Jakarta, NU Online

Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menilai Indonesia berpotensi mengalami resesi jika pemerintah tetap memaksakan pengeluaran anggaran dalam jumlah besar di tengah melemahnya iklim investasi. Hal ini termasuk alokasi dana Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang mencapai Rp330 triliun pada 2026 mendatang.


Presiden Prabowo Subianto sebelumnya menyampaikan bahwa pemerintah akan mengucurkan anggaran sebesar Rp330 triliun untuk MBG pada Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (20/10/2025).


Rencana pengeluaran anggaran jumbo tersebut menimbulkan kekhawatiran publik. Situasi ekonomi nasional saat ini, menurut Uchok, berada dalam kondisi fiskal yang terbatas. Ia memprediksi realisasi anggaran MBG tidak akan mencapai jumlah yang direncanakan.


“Meskipun sudah dianggarkan sebesar Rp330 triliun untuk MBG, anggaran tidak, atau bakal tidak sampai sebesar Rp330 triliun,” katanya saat dihubungi NU Online, Selasa (4/10/2025).


Selain faktor fiskal, Uchok menilai risiko resesi juga dipengaruhi oleh lemahnya arus penanaman modal asing ke Indonesia. Menurutnya, sebagian investor memilih menunda atau menarik investasinya karena persoalan perizinan dan kepastian hukum.


“Udah itu, investor belum pada mau masuk ke Indonesia, karena perizinan berbelit, dan butuh modal suap yg besar, tidak ada kepastian hukum, dan indeks korupsi Indonesia yang masuk tinggi,” jelasnya.


Uchok juga menyoroti meningkatnya ketergantungan Indonesia pada utang luar negeri. Ia menyebut total utang pemerintah telah mencapai Rp9.138,05 triliun per akhir Juni 2025.


“Saat ini tidak ada negara, atau lembaga keuangan yang mau memberikan pinjaman kepada Indonesia,” ungkapnya.


Jika kondisi tersebut berlanjut, ia memperkirakan pemerintah akan kesulitan mencari sumber pembiayaan baru. Hal ini berpotensi mendorong pemerintah untuk mencetak uang tanpa jaminan (collateral), sehingga memicu kenaikan inflasi dan memperbesar risiko resesi.


“Dan ini dampaknya, inflasi akan tinggi dan akan terjadi juga resesi. Dan saat ini sudah mulai terjadi,” jelasnya.


Sementara itu, Kepala BGN Dadan Hindayana sebelumnya menjelaskan bahwa anggaran MBG bersumber dari tiga sektor utama: pendidikan sebesar Rp223 triliun atau 83,4 persen; kesehatan Rp24,7 triliun atau 9,2 persen; dan ekonomi Rp19,7 triliun atau 7,4 persen.


Dari total anggaran tersebut, porsi terbesar yakni Rp261 triliun atau 97,7 persen dialokasikan untuk belanja barang, terutama pengadaan makanan bergizi. Adapun belanja pegawai mencapai 1,4 persen atau sekitar Rp3,8 triliun, sementara belanja modal hanya sekitar 0,9 persen dari total anggaran.


“Dengan total anggaran 2026 untuk BGN sebesar Rp268 triliun jadi kalau di nota keuangan kemarin disampaikan Rp335 triliun maka yang Rp67 triliun masuk dalam kategori stand by karena pagu anggaran yang resmi kami terima adalah Rp268 triliun,” ujarnya pada 11 September 2025.