Nasional

Aliansi Ibu Indonesia Serukan 8 Tuntutan, Hentikan Tindakan Represif hingga Tunda MBG

NU Online  ·  Rabu, 10 September 2025 | 19:30 WIB

Aliansi Ibu Indonesia Serukan 8 Tuntutan, Hentikan Tindakan Represif hingga Tunda MBG

Aksi damai Aliansi Ibu Indonesia di Taman Ismail Marzuki, pada Rabu (10/9/2025). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Aliansi Ibu Indonesia menggelar aksi di selasar Planetarium, Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Rabu (6/9/2025) sore.


Mereka membawa lilin, membubuhkan tanda tangan di kain putih, serta menuliskan pesan dukungan maupun protes melalui petisi dan deklarasi terbuka.


Aksi tersebut juga diwarnai penampilan teatrikal dan pembacaan puisi dari sejumlah penyair. Semakin malam, pelataran TIM kian ramai didatangi anak-anak muda yang turut menyuarakan kegelisahan.


Hadir pula Suciwati, istri aktivis HAM almarhum Munir, dalam kegiatan itu. Para peserta aksi satu per satu mengungkapkan keresahan atas kebijakan pemerintah dan tunjangan DPR yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat di tengah situasi ekonomi yang sulit.


“Kami Aliansi Ibu Indonesia menyatakan bahwa Ibu Pertiwi kita tengah berduka. Semua duka itu ialah akibat berbagai kebijakan Pemerintah dan DPR RI yang menguntungkan elite dan memicu ketidakadilan sosial politik yang meluas bagi komunitas terpinggirkan, terutama perempuan,” ujar Nada, salah satu anggota Aliansi Ibu Indonesia dalam orasinya.


Mereka juga mengutuk sikap negara yang abai terhadap suara rakyat. Padahal, sejak lama masyarakat telah menyerukan pembenahan melalui transparansi anggaran dan penghentian legislasi yang melemahkan demokrasi, seperti RUU TNI. Namun, aspirasi tersebut diabaikan.


Ironisnya, aksi-aksi yang meluas justru direspons dengan pengamanan berlebihan. Akibatnya, 11 orang meninggal dunia, termasuk Affan Kurniawan dan Reza Shendy Pratama.


“Mereka adalah potret nyata rakyat kita. Dari pekerja informal seperti Affan, pengemudi ojol sekaligus tulang punggung keluarga, meregang nyawa dilindas Baraccuda Brimob (28/8) hingga pemuda seperti Rheza, mahasiswa Universitas Amikom Yogyakarta dan harapan keluarga, tewas dengan leher patah, tubuh penuh luka,” tambahnya.


Dalam aksi tersebut, Aliansi Ibu Indonesia menyampaikan delapan tuntutan kepada pemerintah.


Pertama, membebaskan mahasiswa, pelajar, dan aktivis yang masih ditahan terkait aksi unjuk rasa. Mereka disebut sebagai anak-anak negeri yang sedang berteriak agar kegelisahannya didengar.


Kedua, membentuk tim investigasi independen dan transparan untuk menyelidiki kematian Affan Kurniawan dan korban lainnya. Kejelasan fakta diharapkan dapat menegakkan keadilan bagi keluarga mereka.


Ketiga, menghentikan segala bentuk kekerasan dan tindakan represif dalam menangani aksi demonstrasi. Setiap warga negara berhak hidup dalam lingkungan aman tanpa kekerasan, termasuk saat menyampaikan pendapat di muka umum.


Keempat, menghentikan perusakan lingkungan. Aliansi menuntut penghentian izin tambang yang merusak bumi, penggunaan energi kotor, serta mendesak negara menjamin akses air bersih layak minum bagi seluruh warga.


Kelima, menghentikan pemborosan anggaran untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG), Koperasi Desa Merah Putih, dan Sekolah Rakyat. Anggaran negara dinilai lebih mendesak untuk sektor vital seperti pendidikan, pangan, dan kesehatan.


Keenam, menunda program MBG yang dinilai tidak profesional dalam pelaksanaannya. Aliansi menyinggung kasus keracunan massal pada ribuan anak didik. Per 5 September 2025, INDEF mencatat 4.000 anak menjadi korban keracunan akibat program tersebut.


Ketujuh, menarik kembali militer ke barak serta menghentikan keterlibatan TNI di ranah sipil. Aliansi menekankan perlunya mengembalikan fungsi TNI sebagaimana diatur konstitusi, yakni di bidang pertahanan, bukan keamanan dalam negeri maupun penegakan hukum pidana.


Kedelapan, mendesak Presiden beserta jajarannya untuk membuka telinga, mendengar suara hati rakyat, dan melakukan perubahan berdasarkan akar penyebab ketidakadilan. Struktur sosial, ekonomi, dan politik harus dibenahi agar lebih adil dan setara.


“Mulai saat ini dan untuk masa depan anak-anak bangsa yang dikandung Ibu Pertiwi, hentikanlah kerusakan sendi-sendi politik, hukum, dan ekonomi demokrasi Indonesia,” pungkas Nada.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang