Nasional

Fathurrahman, Penyuluh Agama yang Berdakwah dari Balik Setir Ambulans

Ahad, 19 Oktober 2025 | 11:00 WIB

Fathurrahman, Penyuluh Agama yang Berdakwah dari Balik Setir Ambulans

Momen Fathurrahman melayani masyarakat menuju peristirahatan terakhir saat pandemi Covid-19, beberapa tahun lalu. (Foto: dok. pribadi)

Jakarta, NU Online

Di tengah hiruk pikuk Ibu Kota, suara sirene ambulans sering kali hanya terdengar sekilas di antara deru kendaraan. Namun bagi Fathurrahman (38), suara itu bukan sekadar tanda darurat tetapi juga panggilan hidup dan jalan pengabdian.


Selama lebih dari satu dekade, Fathur mengabdikan diri sebagai Penyuluh Agama di Kantor Urusan Agama (KUA) Jagakarsa, Jakarta Selatan, sekaligus pengemudi ambulans sosial. Ia melayani dalam dua bentuk pengabdian sekaligus yakni membimbing masyarakat dalam urusan keagamaan dan mengantarkan mereka menuju peristirahatan terakhir.


Perjalanan Fathur berawal dari peristiwa sederhana pada 2010. Saat itu, seorang tetangga meninggal dunia dan tidak ada yang berani membawa jenazah menggunakan ambulans. Fathur, yang baru lulus dari UIN Jakarta, memberanikan diri mengambil kemudi. Dalam perjalanan itu, ia merasakan sesuatu yang menggetarkan hati.


“Saya merasakan kepuasan batin yang tidak pernah saya dapat dari pekerjaan lain. Saya hanya ingin jadi sopir ambulans,” jelasnya, kepada NU Online, Sabtu (18/10/2025).


Sejak saat itu, Fathur mulai melamar ke berbagai yayasan sosial untuk menjadi pengemudi ambulans. Namun setiap kali diterima, ia justru ditawari posisi staf administrasi. Ia menolak semua tawaran itu karena hatinya sudah mantap di jalan pelayanan.

Tiga tahun kemudian, pada 2013, ia diterima sebagai penyuluh honorer di KUA Jagakarsa dengan penghasilan Rp150.000,00 per bulan. Meski honornya kecil, ia tak pernah berhenti melayani masyarakat lewat ambulans sosial yang ia jalankan secara sukarela.


“Bagi saya, dakwah tidak hanya di mimbar, tetapi juga menebar manfaat di masyarakat sekitar,” ucapnya.


Tahun 2017 menjadi titik balik dalam hidupnya. Karena penghasilan sebagai penyuluh tak cukup menutupi kebutuhan keluarga, Fathur mencoba peruntungan sebagai pengemudi taksi online. Suatu malam, ketika sedang mengantar penumpang ke Puncak, Bogor, Jawa Barat, ia menerima panggilan telepon dari almarhum H Purwanto, seorang pengusaha sekaligus tokoh masyarakat yang kelak menjadi anggota DPRD DKI Jakarta.


“Waktu itu Pak Haji menelepon saya di tengah perjalanan dan menanyakan sedang di mana. Saya jawab, sedang di Puncak, ngojek online cari rezeki,” kenangnya.


Keesokan harinya, Fathur dipanggil ke kantor H Purwanto untuk berbincang. Dalam pertemuan itu, ia menyampaikan keinginannya memiliki ambulans sendiri agar bisa membantu masyarakat lebih luas. Percakapan itu membekas di hati keduanya.


Dua tahun kemudian, setelah H Purwanto terpilih sebagai anggota DPRD DKI Jakarta, ia menepati janjinya. Pada 2020, satu unit ambulans pribadi diserahkan kepada Fathur untuk dikelola sebagai ambulans sosial.


“Saya diberikan amanah langsung oleh almarhum (H Purwanto) untuk membawa ambulans itu pada tahun 2020,” ujar Fathur.

Bagi Fathur, kendaraan itu bukan sekadar hadiah, tetapi amanah besar untuk terus melayani tanpa pamrih. Pandemi Covid-19 menjadi ujian berat bagi para petugas kemanusiaan. Ketika banyak layanan ambulans rumah sakit dan masjid berhenti beroperasi karena takut tertular, Fathur justru turun tangan, melayani pasien hingga jenazah Covid-19 hampir tanpa henti.


“Sehari bisa sampai delapan jenazah. Kadang baru buka APD, belum sempat mandi, sudah dipanggil lagi untuk pelayanan. Saya percaya, selama niatnya menolong, Allah akan menjaga,” tuturnya.


Atas dedikasinya, Fathur dinobatkan sebagai Penyuluh Teladan tingkat Kota Jakarta Selatan pada 2021.


Ambulans sebagai sarana dakwah

Seiring waktu, ambulans yang diberikan almarhum H Purwanto itu bukan hanya menjadi alat pelayanan, tetapi juga media dakwah. Melalui kendaraan itu, Fathur menyebarkan nilai kemanusiaan dan kepedulian. Ia juga aktif memberikan penyuluhan kepada komunitas pengemudi ambulans muda di Jakarta Selatan.


Dalam pertemuan bulanan, mereka saling berbagi pengalaman, belajar adab pelayanan, hingga membahas pentingnya menjaga ibadah di tengah kesibukan.


“Kalau sedang di jalan, jangan tinggalkan shalat. Kalau bisa, ikut menyalatkan jenazah yang diantar,” pesan Fathur kepada para pengemudi.


Kegiatan ini menjadi wadah kecil solidaritas di kalangan sopir ambulans. Mereka saling membantu, menenangkan, dan menguatkan satu sama lain.


“Kita harus sabar menghadapi keluarga pasien yang sedang panik atau berduka. Di situ kesabaran benar-benar diuji,” ucapnya.


Pada akhir 2023, H Purwanto berpulang ke rahmatullah. Tak lama kemudian, keluarga almarhum menyerahkan sepenuhnya pengelolaan ambulans kepada Fathur. Sejak itu, ambulans tersebut tetap beroperasi dari rumahnya di kawasan Jagakarsa, melayani siapa pun tanpa memandang agama, suku, atau status ekonomi.


“Ambulans ini bukan milik saya. Ini titipan untuk kemaslahatan banyak orang,” ujarnya.

Kementerian Agama Jakarta Selatan pun memberikan dukungan penuh atas aktivitas sosialnya. Pimpinan KUA memahami ketika Fathur harus meninggalkan kantor demi tugas kemanusiaan.


“Para pimpinan paham bahwa apa yang saya lakukan juga bagian dari dakwah,” katanya.


Menemukan makna hidup di jalanan

Bagi Fathur, ambulans bukan hanya alat transportasi, melainkan sarana belajar tentang kehidupan. Ia pernah menempuh perjalanan jauh membawa jenazah hingga Bengkulu dan Surabaya seorang diri. Meski penuh risiko, setiap perjalanan dijalaninya dengan tenang dan penuh keikhlasan.


“Setiap jenazah yang sampai di tempatnya dengan selamat, itu sudah kebahagiaan tersendiri,” katanya.


Kini, setelah lebih dari 10 tahun berkhidmah, Fathur tidak pernah terpikir untuk berhenti. Baginya, pekerjaan ini bukan sekadar profesi, melainkan ibadah.


“Kalau dulu saya hanya berceramah di masjid, mungkin dakwah saya berhenti di telinga. Tetapi, dengan ambulans ini, saya bisa berdakwah lewat tindakan mengantarkan orang sampai akhir hayatnya,” ucap Fathur.


“Berkat doa dari para keluarga pasien dan jenazah, bisa menjadi salah satu jalan yang membawa saya di posisi sekarang, yaitu sebagai Penyuluh Agama Islam ASN PPPK di Kementerian Agama,” tutupnya.