Nasional

Garuda yang Selalu Terbang di Ruang Tamu Kediaman Mbah Moen

Jumat, 9 Agustus 2019 | 13:00 WIB

Jakarta, NU Online
Tak ada yang menyangkal soal ketinggian nasionalisme seorang KH Maimoen Zubair, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Semua sepakat, bahwa rasa cinta ulama yang akrab disapa Mbah Moen itu begitu kuat terhadap Indonesia. Hal tersebut tidak hanya diucapkannya saja, tetapi juga terlihat dari lakunya.

Terbukti dengan garuda yang selalu ‘terbang’ di atas gambar presiden dan wakil presiden di ruang tamunya. KH Najib Bukhori, salah satu santri Mbah Moen, mengungkapkannya saat acara Rosi bertemakan Mengenang Mbah Moen yang ditayangkan di Kompas TV pada Kamis (8/8) malam.

“Di rumah beliau itu ada dipasang garuda, lalu di bawahnya presiden dan wakil presiden. Sepanjang saya sowan ke rumah-rumah kiai, Kiai Maimoen yang di ruang tamunya, di rumah yang kalau menurut saya sangat sederhana itu, salah satu yang menjadi simbol dipasang garuda dan foto presiden dan wakil presiden. Sehingga setiap kali acara pun kita itu juga disuruh harus pasang garuda,” terangnya.

Dari situ saja, menurutnya, ulama kelahiran 28 Oktober 1928 itu dengan tegas berpesan akan pentingnya nasionalisme. Tentu dalam koridor tanpa meninggalkan sisi keagamaannya. “Pesan kuat bahwa beliau ini nasionalis, relijius. Beliau dalam sebuah kesempatan pertemuan alumni di Jakarta, santri-santri saya harus bisa merawat ini (empat pilar),” jelasnya.

Mbah Moen, baginya, sudah seperti ayah sendiri. Ia menyebutnya sebagai murabbi ruhi, pendidik jiwa. “Kalau dalam bahasa kami itu murabbi ruhi, pendidik tadi itulah,” terangnya.

Semua orang, katanya, merasa punya kedekatan tersendiri dengan sosok kiai yang telah banyak melahirkan para ulama itu. Bahkan, lanjutnya, Gus Miftah yang baru tiga sampai empat kali bertemu saja begitu dekatnya. Hal tersebut menjadi gambaran bagaimana Mbah Moen memperlakukan, mengapresiasi, menempatkan orang lain.

“Siapa pun merasa diperhatikan oleh beliau, tentu termasuk semua santrinya. Yang lain saja merasa, apalagi santrinya. Itulah Mbah Moen dalam hidup saya,” terang Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.

Di usianya yang senja, Mbah Moen masih memiliki daya ingat, pendengaran, dan penglihatan yang tajam. Ulama yang dikenal luas oleh masyarakat dunia itu juga masih terus membaca, belajar, mengajar, dan mengikuti berbagai kabar terkini. (Syakir NF/Abdullah Alawi)