Nasional

Gerakan Nurani Bangsa Sebut RUU TNI Lemahkan Profesionalitas Tentara

Selasa, 18 Maret 2025 | 20:00 WIB

Gerakan Nurani Bangsa Sebut RUU TNI Lemahkan Profesionalitas Tentara

Para tokoh yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa menyampaikan sikap dalam konferensi pers di Jakarta, pada Selasa (18/3/2025). (Foto: tangkapan layar Yotube Gusdurian TV)

Jakarta, NU Online

Koordinator Pelaksana Gerakan Nurani Bangsa (GNB) Alissa Qotrunnada Wahid menyebut bahwa Revisi Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) dapat melemahkan profesionalitas tentara.


"Meskipun namanya bukan Dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) tapi esensinya (jika RUU TNI) membawa senjata ke ruang sipil itu sama saja dan inilah yang ingin kita ingatkan," kata Alissa dalam konferensi pers GNB di Jakarta, pada Selasa (18/3/2025).


Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu juga mengingatkan agar pengesahan RUU TNI itu tidak akan mengulangi kesalahan di masa lalu pada era orde baru, sehingga butuh waktu hingga puluhan tahun untuk mengembalikan supremasi sipil dan hukum ke dalam tatanan pola bernegara demokrasi yang dianut Indonesia.


"Jangan sampai kita kembali, justru mengulangi kesalahan yang sama. Dulu 32 tahun kita harus berjuang untuk mewujudkan supremasi sipil dan hukum, bukan supremasi senjata. Jangan sampai kita kemudian justru menegasikan pengalaman 30 tahun itu dari ruang-ruang. Ruang itu tidak akan dipakai sekarang tapi pintunya sudah dibuka dan itu yang paling berbahaya," jelasnya.


Senada, Menteri Agama 2014-2019 Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan terkait penegakan supremasi hukum dan sipil bukan militer. Menurutnya, hal itu didasarkan kepada bangsa Indonesia sebagai negara yang heterogen, sehingga supremasi militer dapat mengaburkan cara pandang bernegara, bersuku, dan beragama yang berbeda-beda.


"Tentu demokrasi bukan sesuatu yang sempurna tapi tidak ada cara yang lebih baik yang bisa kita pilih dalam konteks yang majemuk yang heterogen ini di tengah-tengah keragaman," katanya dalam kesempatan yang sama.


Kemudian melalui Lukman, GNB menyampaikan tiga pesan, sebagai berikut:


1. Penempatan TNI aktif dalam institusi sipil justru akan melemahkan profesionalitas TNI. TNI menjadi tidak fokus dengan fungsi utama dan tugas pokoknya sebagai alat negara di bidang pertahanan sesuai amanat konstitusi.


2. Berbeda dengan tradisi sipil yang terbiasa berbagi perspektif dan berargumentasi objektif saat menghadapi perbedaan dalam kelola kehidupan bersama, militer dididik ketat taat komando hierarkis dan berwenang lakukan kekerasan bersenjata. Karena ini watak khas organisasi militer itu, di institusi sipil justru akan membunuh demokrasi. Hal itu bukan hanya menghilangkan partisipasi publik tapi juga berpotensi melanggar HAM dalam menata kehidupan bersama.


3. TNI sebagai alat negara dan DPR sebagai lembaga wakil rakyat harus mampu merawat kepercayaan rakyat sebagai pemegang kedaulatan di negeri ini. Pengingkaran terhadap kehendak reformasi berupa penegakan supremasi sipil akan membuat kedua institusi tersebut tercerabut dari rakyat, karenanya pemerintah dan DPR  tidak boleh membuat UU yang menyimpang dari amanat UU dasar 1945 dan Ketetapan MPR Nomor 6 Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan Polri dan Nomor 7 tentang Peran TNI dan Polri.