Nasional

Dinilai Bebani Masyarakat, Gerakan Nurani Bangsa Dorong Pemerintah Tinjau Ulang Kenaikan PPN 12 Persen

Sabtu, 28 Desember 2024 | 12:30 WIB

Dinilai Bebani Masyarakat, Gerakan Nurani Bangsa Dorong Pemerintah Tinjau Ulang Kenaikan PPN 12 Persen

Ilustrasi kenaikan PPN 12 persen. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online 

Sejumlah tokoh lintas bidang dan agama yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa (GNB) menyerukan pemerintah untuk meninjau secara holisitik rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai awal Januari 2025. 


Seruan tersebut disampaikan perwakilan GNB, Alissa Wahid dalam konferensi pers secara virtual melalui zoom meeting pada Sabtu (28/12/2024). Pada kesempatan itu, sejumlah tokoh mengungkapkan kekhawatiran terkait dampak dari kebijakan tersebut. 


Gerakan Nurani Bangsa (GNB) menilai kenaikan PPN 12 persen yang diinisiasi pemerintah dan DPR perlu ditinjau secara holistik agar tidak memberikan dampak yang kontraproduktif bagi perekonomian bangsa, khususnya bagi masyarakat menengah bawah yang sudah terdampak oleh melemahnya daya beli. 


"Rencana itu juga akan menyebabkan inflasi yang menambah kompleksitas masalah, yang akan berpotensi menimbulkan gejolak sosial. Pada gilirannya kebijakan ini akan melemahkan daya tahan bangsa," ujar Alissa membacakan isi pernyataan tersebut. 


GNB berharap pemerintah memberikan teladan melalui efektivitas dan efisiensi birokrasi, mengelola pendapatan dan belanja negara secara berhati-hati dan bijak, serta memformulasikan kebijakan yang berorientasi pada kesejahteraan sosial terlebih menghadapi tantangan ekonomi yang makin kompleks. 


"Kami berpandangan bahwa konsekuensi hilangnya pendapatan sekitar Rp75 Triliun akibat pembatalan rencana kenaikan PPN, bisa disikapi dengan mengembangkan kreativitas Pemerintah dalam mencari penggantinya dari pos pendapatan dan/atau sumber pendanaan lain," ujarnya. 


Secara bersamaan, imbuhnya, pemerintah juga perlu melakukan efisiensi pada setiap pos pengeluaran secara sangat serius. Langkah penghematan dan efisiensi secara ketat harus dilakukan Pemerintah untuk menunjukkan sense of crisis.  


Alissa mengatakan pemulihan ekonomi pasca-pandemi belum sepenuhnya kokoh, dengan indikator-indikator seperti tingkat pengangguran, inflasi, dan pendapatan riil masyarakat yang masih membutuhkan perhatian.


"Kebijakan yang memperberat beban masyarakat dalam situasi ini dapat menimbulkan persepsi bahwa Pemerintah kurang sensitif terhadap kebutuhan rakyat," tuturnya.


GNB juga mengajak pemerintah untuk melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti masyarakat, akademisi, dan pelaku usaha dalam dialog terbuka sehingga pemerintah dapat memperoleh perspektif yang lebih kaya dan menghindari resistensi sosial yang tidak diinginkan.


Pemerintah, lanjut dia, tentunya memiliki tanggung jawab untuk menjaga stabilitas keuangan negara. Namun keputusan tersebut juga harus dilandasi oleh prinsip keadilan sosial dan pertimbangan yang matang atas kondisi sosial ekonomi masyarakat. 


"Dengan mengevaluasi kembali kebijakan ini, kita dapat memastikan bahwa kebijakan fiskal tidak hanya berfungsi sebagai instrumen untuk menjaga keseimbangan penerimaan dan pengeluaran negara, tetapi juga sebagai alat untuk melindungi dan memperkuat ketahanan bangsa," jelasnya.


Gerakan Nurani Bangsa juga mengimbau kepada masyarakat luas agar tetap bersikap dewasa dalam menyikapi kebijakan ini. Segala bentuk reaksi atas rencana kebijakan Pemerintah tersebut haruslah tetap berada dalam koridor hukum dan kesantunan bangsa. 


Hadir dalam konferensi pers Omi Komariah Nurcholish Madjid, Komaruddin Hidayat, Lukman Hakim Saifuddin, Erry Riyana Hardjapamekas, Pdt Jacky Manuputty dan tokoh lain.


Sebelumnya, pemerintah berencana menaikkan PPN menjadi 12 persen mulai awal Januari 2025. Kebijakan kenaikan PPN tersebut merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Hal itu merupakan kesepakatan Pemerintah bersama DPR berupa kenaikan tarif secara bertahap, agar tida mendadak dan kelewat besar yang akan berdampak pada daya beli masyarakat, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi. 


Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, tarif PPN di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan berbagai negara di dunia, termasuk negara-negara berkembang dan anggota G20.


"PPN di Indonesia dibandingkan berbagai negara di dunia masih relatif rendah. Kalau dilihat, baik di negara-negara emerging atau dengan negara region, dan atau negara G20," ujar Sri Mulyani.