Nasional

GP Ansor: 2016, Sektor Pertanian Tetap Memprihatinkan

Sabtu, 24 Desember 2016 | 04:37 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Bidang Pertanian, Kedaulatan Pangan dan ESDM Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Adhe Musa Said prihatin melihat nasib petani yang cenderung tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Hal tersebut disampaikan Adhe Musa Said Dalam Diskusi Refleksi Akhir Tahun Gerakan Pemuda Ansor dalam menyikapi kebijakan Kementerian Pertanian awal pekan ini.
 
Bertempat di Kantor GP Ansor Jakarta, menurutnya, kinerja Kementerian Pertanian jauh dari harapan yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Karena banyak warga NU yang menjadi petani, maka jika sektor pertanian maju, maka warga NU juga sejahtera. 

"Kementerian Pertanian era Jokowi-JK terkesan hanya meneruskan kebijakan pemerintahan sebelumnya, yang berputar-putat pada wilayah yang sama dan tidak membawa dampak signifikan pada perubahan wajah pertanian tanah air, maupun kesejahteraan petani," terang Adhe. Ia menilai, sektor pertanian memiliki peran strategis dalam menopang pembangunan perekonomian nasional jika pemerintah memiliki perhatian yang tinggi pada wilayah ini. Tapi ia melihat, pemerintah lewat Kementerian Pertanian terkesan tidak serius untuk memacu sektor pertanian.

"Pemerintahan saat ini tidak serius mengurusi pertanian. Lihat saja tidak ada kebijakan Kementerian Pertanian yang mengupayakan penyediaan lahan yang subur lewat pupuk yang baik, penyediaan benih yang bagus, dan penyediaan pasar untuk menampung hasil pertanian dengan baik pula agar petani sejahtera. Bahkan yang terjadi petani malah mulai kehilangan generasi, karena sektor ini dianggap tidak menjamin dalam memenuhi kebutuhan kehidupan keluarga," papar Adhe. 

Adhe menyesalkan, kebijakan Kementerian Pertanian terlihat hanya fokus pada tiga komoditi seperti padi, jagung dan kedelai semata. Sedangkan bumi Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati yang memiliki nilai ekonomi tinggi namun tidak tersentuh dan cenderung terabaikan. "Jika hanya fokus pada tiga komoditi pertanian semata, ya jangan heran jika Indonesia akan terus dibanjiri impor komoditi pertanian dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri," lanjut Adhe. 

Ia menambahkan, pemerintah seharusnya sadar, lebih dari 60 persen produsen pangan di negara ini adalah petani kecil yang memiliki luas lahan di bawah 1 hektar. Jika pemerintah tidak memikirkan ini, petani yang memiliki lahan terbatas hanya menjadi penonton program bagi-bagi benih dan pupuk yang nilainya trilyunan rupiah. Ia khawatir, program pupuk bersubsidi senilai Rp30,063 triliun akan membuka peluang untuk penyelewengan. Begitu juga dengan pengadaan mesin pertanian Rp360 miliar prapanen dan Rp 8,32 miliar pasca panen, berpotensi salah sasaran. Serta pencetakan sawah Rp1,76 triliun yang menyebabkan kerusakan ekologis.

 "Menteri Pertanian hanya meneruskan kebijakan menteri pertanian sebelumnya yang selalu menihilkan peran petani untuk menggeser pola produksi pertanian dari orientasi subsisten ke bisnis," kata Adhe. Ade menghimbau, sebaiknya kembalikan pola konsolidasi petani cukup sampai kelompok tani. Pemerintah harus mengevaluasi diri, jika dianggap tidak layak sebaiknya Presiden melakukan reshufle Menteri Pertanian. 

"Mengurusi pertanian tidak boleh terkesan main-main. Jika tidak dapat menjalankan amanat Presiden Jokowi yang tercantum dalam visi nawacita, sebaiknya Presiden mengganti Menteri Pertanian dengan figur baru yang memiliki visi lebih baik untuk pertanian," tutup Adhe. Red: Mukafi Niam


Terkait