Gus Mus Ungkap Saat Sowan Kiai Sepuh: Meneduhkan dan Menyejukkan
Senin, 18 Oktober 2021 | 21:15 WIB
Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus. (Foto: NU Online)
Jakarta, NU Online
Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus mengisahkan ketika dirinya sowan (silaturahim) ke kediaman kiai-kiai sepuh. Gus Mus merasakan keteduhan dan kesejukan. Lalu ia membayangkan bagaimana andai setiap saat dirinya bisa sowan kepada Rasulullah?
“Seperti umumnya orang-orang Pesantren, aku juga biasa sowan kiai-kiai sepuh. Bahkan ada kiai-kiai sepuh yang sengaja secara rutin aku sowani saat masih sugeng (hidup), seperti Allahu yarham Kiai Abdullah Salam Zein, Allahu yarham Kiai Maimoen Zubair, dan Allah yarham Kiai Muhammad Ahmad Sahal Machfudz,” ungkap Gus Mus, Selasa (19/10/2021) lewat instagramnya.
Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang ini mengungkapkan bahwa proses sowan tersebut mirip seperti setiap kali sowan Kanjeng Nabi Muhammad shallaLlãhu 'alaihi wasallam.
“Aku sowan kiai-kiai sepuh itu, galibnya tidak punya agenda atau keperluan khusus. Ya hanya melulu sowan. Memandang wajah-wajah mereka yang teduh berseri-seri dan mendengarkan dawuh-dawuh (nasihat-nasihat) mereka yang menyejukkan,” tutur Gus Mus.
“AlhamduliLlah aku selalu mendapatkan sesuatu dari mereka. Minimal ketenangan batin. Lalu berkhayal bagaimana andai aku setiap saat bisa sowan Kanjeng Nabi Muhammad shallaLlãhu 'alaihi wasallam,” imbuh Gus Mus.
Gus Mus pun tidak bisa membayangkan ketika kiai-kiai sepuh yang ia hormati dan sering ia sowani tiba-tiba hadir bertamu ke rumahnya.
“Syahdan; bayangankanlah ketika suatu saat ada sesepuh yang sangat kuhormati dan secara ajeg (istiqomah) aku sowani itu tiba-tiba datang ke gubugku?” ucap Gus Mus.
“MasyãAllãh... begitu aku sadar bahwa aku tidak sedang bermimpi, aku justru menjadi panik dan gugup; bingung bagaimana harus menyambut beliau. Buru-buru aku mempersilakan masuk, mempersilakan duduk; tapi kemudian sebentar-sebentar aku menoleh ke sana ke mari, sebentar-sebentar meneliti penampilanku sendiri; khawatir jangan-jangan ada pemandangan atau penampilan yang tidak pantas dan tidak berkenan di hati tamu agungku itu,” ungkap Gus Mus.
“Sampai akhirnya sang tamulah yang justru menyuruhku duduk tenang,” imbuhnya.
“Lalu… Aku tidak mampu bahkan tidak berani membayangkan bagaimana andai yang datang ke rumah: Pemimpin Agung kita sendiri, Nabi Muhammad shallaLlãhu 'alaihi wasallam,” tandas Gus Mus.
Gus Mus pun menyenandungkan shalawat:
Ashalãtu wassalaamu 'alaika yä NabiyyaLlãh
Ashalãtu wassalaamu 'alaika yã RasűlaLlãh
Ashalãtu wassalaamu 'alaika yã HabiibaLlãh
Ashalãtu wassalaamu 'alaika yã ShofiyyaLlãh
Ashalãtu wassalaamu 'alaika yã Shàhibasysyafa'ah.
Al-Fãtihah.
Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Kendi Setiawan