Gus Ulil Jalani Rihlah Rohani, Diabadikan dalam Video Dokumenter Bertema Multikulturalisme
Jumat, 8 April 2022 | 14:15 WIB
Jakarta, NU Online
Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ulil Abshar Abdalla (Gus Ulil) menjalani rihlah rohani (perjalanan rohani) ke Kampung Sawah, Kecamatan Pondokmelati, Kota Bekasi.
Rihlah Rohani itu diabadikan dalam video dokumenter yang diproduksi Alif.ID bekerja sama dengan Kementerian Agama. Video dokumenter bertema Multikulturalisme ini diputar dan dibedah di Auditorium HM Rasjidi, Gedung Kemenag RI, Kamis (7/4/2022) sore.
Di Kampung Sawah, terdapat tiga rumah ibadah agama yang letaknya sangat berdekatan yakni Masjid Al-Jauhar, Gereja Kristen Pasundan (GKP) Kampung Sawah, dan Gereja Katolik Santo Servatius Paroki Kampung Sawah. Kemudian Kampung Sawah disebut memiliki ‘segitiga emas’.
Secara turun-temurun, warga Kampung Sawah hidup berdampingan, meski berbeda agama dan keyakinan. Sebagian besar dari leluhur atau para tetua di sana, melakukan perkawinan beda agama sehingga anak-anak keturunannya mewarisi praktik toleransi beragama di dalam keluarga.
Berkunjung ke Masjid Al-Jauhar
Gus Ulil menemui KH Rahmadin Afif, tokoh Muslim di Kampung Sawah sekaligus Imam Besar Masjid Al-Jauhar dan Ketua Yayasan Pendidikan Fisabilillah. Kepada Gus Ulil, Kiai Rahmadin mengungkapkan bahwa kakek dan neneknya adalah pasangan beda agama, sehingga ia tidak lagi kaget dengan perbedaan yang ada.
Kiai Rahmadin juga menyebut, kerukunan umat beragama jangan dimaknai sebagai upaya meyakini akidah orang lain. Selama yang dilakukan tidak menyangkut soal akidah, Kiai Rahmadin mengizinkan para santri dan keluarganya untuk menjalin silaturahim kepada umat Kristen. Misalnya, memberikan lahan parkir kepada Jemaat Kristen yang hendak beribadah di GKP Kampung Sawah.
Berkunjung ke Gereja Katolik Santo Servatius
Kemudian, perjalanan Gus Ulil dilanjutkan. Ia menemui Pastor di Gereja Servatius Romo Yohanes Wartaya. Berlatar patung Bunda Maria yang terletak di belakang gereja, Gus Ulil dan Romo Yohanes larut dalam perbincangan yang mengesankan.
Romo Yohanes sudah sepuluh tahun bertugas di Gereja Servatius. Ia bercerita, pada saat pertama kali menjadi pelayan di sana. Ia sempat kaget karena dalam setiap perjumpaan peribadatan seperti misa atau kebaktian, para umat Katolik selalu mengenakan pakaian yang selama ini diidentikkan dengan busana Muslim, padahal pakaian kebudayaan Betawi.
Mereka, umat Katolik Gereja Servatius, kerap memakai peci hitam, sarung yang dikalungkan di leher, dan baju koko. Sementara kaum perempuannya mengenakan kebaya ala Betawi. Di Gereja Servatius, pada hari-hari tertentu menggunakan bahasa Betawi di dalam peribadatannya. Adat istiadat Betawi di Kampung Sawah, hingga kini, sangat dijaga melalui upacara-upacara keagamaan.
Berkunjung ke GKP Kampung Sawah
Perjalanan pun dilanjut. Gus Ulil kemudian mengunjungi GKP Kampung Sawah. Inilah rumah ibadah tertua di sana. Usianya sudah ratusan tahun. Di sana, Gus Ulil berbincang santai dengan Pendeta William Alexander dan Pendeta Yoga Willy Pratama. Kedua pendeta ini menyampaikan informasi bahwa toleransi dan kerukunan umat beragama bagi warga Kampung Sawah sudah terjalin sejak bayi.
“Kalau kata orang sini mah, toleransi kita dari orok, dari bayi,” kata Pendeta William.
Berkunjung ke Pesantren Al-Aziz Jatiasih
Selanjutnya, Gus Ulil berkunjung ke Pesantren Al-Aziz di Kampung Rawabogo, Jatiasih, Kota Bekasi. Di sana, ia bertemu pengasuh pesantrennya yakni KH Muqorrobin Al-Aziz. Kiai Robin, begitu sapaan akrabnya, adalah santri dari ayah Gus Ulil, KH Abdullah Rifa’i di Pati, Jawa Tengah.
Gus Ulil takjub kepada Kiai Robin karena telah mempraktikkan toleransi dengan sangat sederhana. Praktik-praktik toleransi itu kemudian ditularkan kepada santri-santrinya di Pesantren Al-Aziz.
Di hadapan para santri, Kiai Robin mengungkapkan bahwa NU telah mengajarkan tri ukhuwah (tiga persaudaraan) yakni ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan kebangsaan), dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan kemanusiaan). Inilah yang menjadi dasar Kiai Robin sangat lentur dalam beragama di tengah masyarakat yang beragam.
Berkunjung ke Masjid Istiqlal
Tak hanya sampai di situ, Rihlah Rohani pun dilanjutkan. Kini, Gus Ulil ke Jakarta. Berkunjung ke Masjid Istiqlal. Sebuah masjid yang menjadi ikon kemerdekaan Indonesia, yang terletak di jantung Ibu Kota DKI Jakarta. Gus Ulil kemudian berbincang santai dengan Imam Besar Masjid Istiqlal Prof KH Nasaruddin Umar, berlatar Sungai Ciliwung dan Gereja Katedral yang berada persis di sebrang Masjid Istiqlal.
Gus Ulil terlihat kaget saat mendengar penjelasan tentang warga Kristiani, bahkan seorang pendeta, yang datang langsung ke Masjid Istiqlal untuk mengikuti pengajian yang diampu Prof Nasar. Hal tersebut tidak menjadi masalah, karena Prof Nasar ingin menjadikan Masjid Istiqlal terbuka untuk siapa saja, sebagaimana ajaran Nabi Muhammad yang membuat masjid sebagai pusat peradaban bagi masyarakat.
Berkunjung ke Gereja Katedral
Tak ketinggalan, Gus Ulil melanjutkan perjalanannya ke Gereja Katedral. Bersama Uskup Agung Jakarta Romo Kardinal Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo, Gus Ulil membincang soal sejarah berdirinya dua rumah ibadah yang saling berdekatan itu.
Romo Suharyo menjelaskan pula mengenai terowongan silaturahmi yang menghubungkan antara Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral. Di dalam terowongan yang menjadi simbol toleransi antarumat beragama ini akan dibuat sebuah hiasan yang menggambarkan sejarah bangsa Indonesia. Mulai dari Kebangkitan Nasional, Sumpah Pemuda, hingga Proklamasi Kemerdekaan RI.
Kedua tokoh ini, Romo Suharyo dan Gus Ulil, di akhir pertemuannya sama-sama menaruh harapan atas berlangsungnya toleransi di Indonesia. Dari kunjungan rihlah rohani Gus Ulil ke Katedral itu, Romo Suharyo sangat optimis bahwa kerukunan umat beragama di negeri ini akan terus berjalan, dari generasi ke generasi.
Arahan Menteri Agama
Menteri Agama (Menag) RI H Yaqut Cholil Qoumas, usai menyaksikan video tersebut, menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya. Ia mengungkapkan, Indonesia adalah negeri dengan entitas yang plural dan telah menerima takdir sebagai negara yang majemuk.
Menag memberikan arahan agar konten-konten multikulturalisme yang menggambarkan potret toleransi, persaudaraan, dan perdamaian seperti Video Dokumenter Rihlah Rohani Ulil Abshar Abdalla itu diperbanyak.
“Ini harus dinikmati dan diwujudkan dalam sebuah perdamaian. Kampanye seperti ini luar biasa, harus diperbanyak,” kata Menag.
Bedah Video Multikulturalisme
Usai Menag Yaqut memberikan arahan, dilangsungkan diskusi untuk membedah video dokumenter itu. Prof Nasaruddin Umar menyebutkan bahwa perlu ada selingan-selingan. Sebab di dalam Rihlah Rohani Ulil Abshar Abdalla itu hanya menggarap lapisan senior, tanpa ada unsur milenialnya.
“Kita mulai garap yang muda,” ungkap Prof Nasar yang juga Mustasyar PBNU itu.
Selain itu, Prof Nasar menyebut Gus Ulil di dalam video itu terlalu akademik. Unsur Harvard University lebih mendominasi daripada unsur majelis taklim. Ia juga meminta agar melibatkan dan jangan pernah melupakan peran umat Hindu dan Buddha. Kehadiran dua agama tersebut penting dilibatkan di setiap episode sehingga jangan sampai ada yang terpisah.
“Saya ingin warning (ingatkan), kita bikin seri-serinya. Ini harus diperbanyak daripada kita berseminar, itu seperti menggarami air laut lah. Ini kita butuhkan. Saya ingatkan bahwa membahasakan toleransi itu harus membahasakan rakyat. Toleransi itu jangan menyamakan yang berbeda dan jangan membedakan yang sama,” jelas Prof Nasar.
Menurut Prof Nasar, Islam memberikan pengakuan terhadap eksistensi agama-agama lain tetapi tidak memberikan pembenaran. Ini yang disebut sebagai pengakuan tanpa pembenaran. Hal ini perlu dilakukan agar tidak menyamakan semua agama, terlebih ketika sudah menyangkut soal akidah.
Sementara itu, Romo Antonius Suyadi yang hadir mewakili Romo Kardinal Ignatius Suharyo mengusulkan agar Video Dokumenter Rihlah Rohani Ulil Abshar Abdalla itu dibuat lebih lengkap sehingga menjadi sebuah film. Kemudian film yang menggambarkan toleransi itu ditayangkan lewat bioskop.
“Sehingga dari Sabang sampai Merauke akan menjadi tahu. Kita kemudian bisa menggerakkan anak-anak muda bisa membuat seperti ini. Saya berharap ke GusMen agar sampai ke tingkat KUA bisa membuat video seperti ini. Bisa juga diadakan lomba kecil-kecilan untuk anak sekolah. Nanti mereka akan bisa mengekspresikan diri dan berteman secara nyata,” ungkapnya.
Sebagai narator dan peran utama di dalam Video Dokumenter Multikulturalisme itu, Gus Ulil mengaku terharu bisa memainkan peran sebagai orang yang membawa pesan damai dan persaudaraan dengan mengunjungi rumah-rumah ibadah. Video dokumenter itu, rencananya akan dibawa dan ditayangkan di Belanda.
“Juni besok saya menghadiri undangan Konferensi PCINU (Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama) Belanda. Saya barusan terpikir, mungkin bisa juga (video dokumenter) ini dibawa ke Belanda untuk ditayangkan di sana,” ungkap Pengampu Ngaji Ihya Online itu.
Sutradara Video Dokumenter Multikulturalisme, Yahdi Jamhur mengaku bangga bisa berkolaborasi dengan Alif.ID dan menyutradarai seorang Ulil Abshar Abdalla. Video ini, kata Yahdi, meyakinkan pendapatnya yang selama ini sudah keliling Indonesia membuat video dokumenter.
“Ini kesempatan luar biasa. Meyakinkan pendapat saya yang selama ini sudah ke mana-mana, bikin dokumenter bahwa Indonesia itu toleran dengan kebudayaan yang sangat majemuk. Ini hanya proses memindahkan pengalaman di lapangan ke penonton, termasuk milenial dan Gen-Z untuk bisa lebih diterima ke mereka,” pungkas Yahdi.
Bedah Video Dokumenter Multikulturalisme itu dihadiri dan disaksikan oleh para pejabat di lingkungan Kemenag RI, serta seluruh kepala kantor wilayah (Kakanwil) Kemenag se-Indonesia yang bergabung secara daring. Diskusi bedah video dimoderatori oleh Founder Alif.ID yang juga Anggota Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) PBNU Susi Ivvaty. Potongan-potongan video dokumenter itu bisa disaksikan di Akun Youtube Alif ID.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Aiz Luthfi