Gus Yahya di Peringkat 19 dari 500 Muslim Paling Berpengaruh di Dunia 2025
Kamis, 10 Oktober 2024 | 13:45 WIB
Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya di Forum R20 Bali 2022 lalu. (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) masuk ke dalam peringkat 19 dari 500 Tokoh Muslim Paling Berpengaruh di Dunia untuk tahun 2025.
Daftar 500 Tokoh Muslim Berpengaruh di Dunia tersebut dirilis oleh Lembaga Riset Independen The Royal Islamic Strategic Studies Centre (RISSC).
Gus Yahya berada pada posisi 50 teratas bersama dengan Presiden Prabowo Subianto pada urutan ke-18 dan Habib Luthfi bin Yahya pada urutan ke-31 sebagai tokoh Muslim yang berasal dari Indonesia.
Dalam sebuah publikasi berjudul The Muslim 500: The World’s 500 Most Influential Muslims, 2025 tertulis bahwa para Top 50 memiliki pengaruh yang mencakup banyak kategori dan tidak dapat dibatasi hanya pada satu atau beberapa kategori saja. Sehingga, hasil riset ini pun menampilkannya dalam kategori yang lebih umum.
50 tokoh teratas ditempatkan dalam tiga kategori umum, yakni; 1. Penguasa dan Politisi, 2. Ulama, Pemimpin Otoritas Agama, dan Khatib, 3. Isu Sosial, Ilmu Pengetahuan, Seni & Budaya, Media dan Olahraga.
Gus Yahya termasuk ke dalam kategori kedua karena dalam perannya sebagai Ketua Umum Nahdlatul Ulama dianggap memberi pengaruh besar dalam tiga bidang, yakni administrasi, politik, dan pendidikan.
“Agama sering digunakan sebagai pembenaran dan bahkan senjata konflik" merupakan kutipan Gus Yahya yang dicantumkan dalam publikasi tersebut.
Menginspirasi Islam yang Terbuka pada Dialog
Pada masa kepemimpinan Gus Yahya, Nahdlatul Ulama dengan gencar mempromosikan dialog sebagai solusi untuk mengakhiri konflik global yang terjadi atas nama agama.
Hal ini memunculkan ketertarikan banyak pihak untuk mengetahui lebih banyak langkah membuka dialog untuk menyelesaikan permasalahan. Oleh karena itu, tak jarang para diplomat dan pemimpin organisasi lintas agama berkunjung ke kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan mendiskusikan berbagai hal bersama Gus Yahya.
Beberapa waktu lalu Gus Yahya menerima kunjungan dari Duta Besar Swedia, Daniel Blockert di Gedung PBNU, Jakarta Pusat pada Jumat (4/10/2024).
Daniel merasa terinspirasi atas sikap terbuka NU yang mengedepankan dialog dan inisiatif rekontekstualisasi ajaran Islam sesuai dengan zamannya.
"Walaupun ini adalah organisasi keagamaan, ini adalah salah satu organisasi yang pertama-tama sangat tertarik dengan dialog. Bahkan, kepada dialog-dialog yang sulit sekalipun yang saya yakin tidak mudah melakukannya," ujar Daniel.
Sementara itu, yang terbaru Wakil Duta Besar Argentina, Ignacio Lacunza, mengunjungi PBNU pada Kamis (10/10/2024).
Ia mengungkapkan bahwa masyarakat Argentina juga memeluk berbagai kepercayaan dan terbuka pada dialog lintas agama. Oleh karena itu, ia ingin mengetahui dialog terbuka yang kerap diinsiasi PBNU.
"Kami ingin mengetahui pengalaman lain tentang dialog antaragama di negara lain. Kami juga mengetahui kalau Indonesia dan NU adalah contoh dari itu. Jadi, kami ingin bisa saling bertukar pikiran dan mengapresiasi hal ini," kata Lucanza.
Dalam waktu dekat, berkaitan dengan peranannya di dunia Internasional dalam merekomendasikan solusi atas konflik global, PBNU juga akan menyelenggarakan Konferensi Humanitarian Islam (Al Islam lil Insaniyah).
Konferensi tersebut akan diikuti oleh akademisi dari Asia, Eropa, dan Amerika yang puncaknya akan diselenggarakan pada 5-8 November 2024 mendatang.
Sebelumnya, Gus Yahya juga menginisiasi Forum Religion of Twenty (R20) di Bali pada 2022, R20 International Summit of Religious Authorities (R20 ISORA) pada 2023 di Jakarta, ASEAN Intercultural and Interreligious Dialogue Conference (IIDC) pada 2023 di Jakarta, dan Muktamar Internasional Fiqih Peradaban pada 2023 di Surabaya.
Forum-forum tersebut menghadirkan tokoh dan pemimpin agama di dunia untuk saling berdialog guna menyelesaikan problem-problem masyarakat global. Selain itu, Gus Yahya juga kerap diundang beberapa negara untuk menjadi narasumber dialog antaragama dan diplomasi global.