Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf turut berduka mendalam atas wafatnya Buya Prof Ahmad Syafi'i Ma'arif, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1998-2005.
Kepulangan Buya Syafii ke haribaan Ilahi bukan saja duka bagi Muhammadiyah, tetapi juga Nahdliyin dan seluruh bangsa Indonesia.
Baca Juga
Sifat Zuhud Buya Syafii Maarif
"Kepergian Buya Syafi’I Ma’arif adalah kehilangan bukan hanya bagi keluarga besar Muhammadiyah saja, tetapi seluruh bangsa, termasuk bagi kami, keluarga besar Nahdlatul Ulama," katanya dalam Takziyah Virtual pada Ahad (29/5/2022).
"Maka, kami tidak hanya berbela sungkawa. Kami bersungkawa, bersama-sama dengan bapak ibu, saudara-saudara sekalian, dan seluruh bangsa Indonesia," lanjut Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu.
Lebih lanjut, Gus Yahya menyampaikan bahwa laku dan tutur kata Buya merupakan cerminan keindahan jiwanya. "Kita merasakan menyaksikan keindahan dalam ucapan tindakan perilaku beliau. Itu karena jiwa beliau memang indah," katanya.
Ia meyakini bahwa segala hikmah dan maslahah yang dihadirkan oleh Buya dalam kata-kata dan tindakan adalah memang ajaran-ajarannya.
"Kami yakin bahwa maslahah yang dinisbatkan kepada beliau selama ini bukan hanya bersumber dari apa yang beliau ucapkan atau yang beliau lakukan, tetapi merupakan faedah langsung dari daya rohani beliau," katanya.
Gus Yahya mengaku telah mengenal sosoknya sejak era 1980-an. Di waktu itu, ia merasakan betul Buya Syafi'i mengayomi dirinya dan kawan-kawan kaula muda lainnya.
"Saya adalah salah satu anak-anak yang waktu itu masih muda dan tidak terlalu mengerti arah sehingga kemudian merasa terayomi oleh Buya," ungkap kiai alumnus Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta itu.
Keberadaan Buya Syafi'i, lanjutnya, diyakini telah mendatangkan berkah, sebelum ucapan dan tindakan-tindakan beliau. "Kita semua berduka," ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, Gus Yahya memohon maaf kepada pihak keluarga karena belum dapat takziyah secara langsung ke Yogyakarta karena kesibukannya di Jakarta.
"Saya pribadi mohon maaf karena belum bisa sowan ke Jogja kecuali karena beberapa hal yang menjerat saya di Jakarta ini," ujarnya.
"Saya kira mungkin juga karena saya sendiri cukup sibuk mentakziahi diri sendiri," imbuhnya.
Sekarang, jelas Gus Yahya, apa yang Buya Syafii perjuangkan dengan visi dan idealisme beliau menjadi tanggung jawab bersama.
Di akhir, ia menyampaikan harapannya agar ajaran perjuangan Buya Syafi'i dapat terus hidup. "Semoga barakah dari segenap perjuangan Buya seumur hidup akan terus tanpa putus menaungi kita di dalam perjuangan kita pergulatan kita, mengarungi lautan sejarah yang terhampar di depan kita semua," harapnya.
"Semoga Allah swt menjadikan sembada kesabaran kita menanggungkan musibah ini. Semoga Allah menyempurnakan kesabaran kita. Semoga Allah mengampuni kita semua dan Buya kita, Buya Syafii Ma’arif," pungkasnya.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Muhammad Faizin