Gus Yahya Tegaskan NU Ngotot Tolak Politik Identitas: Tak Berdasar Akal Sehat
Selasa, 21 Februari 2023 | 20:00 WIB
Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengatakan, saat ini kebutuhan akan wawasan yang rasional terhadap upaya memperjuangkan kemanusiaan secara keseluruhan sudah semakin mendesak untuk terus dikembangkan.
Hal itulah yang membuat NU di bawah kepemimpinan Gus Yahya saat ini bersikeras menolak identitas-identitas digunakan sebagai senjata politik.
"NU ngotot (bersikukuh) menolak politik identitas. NU menolak identitas-identitas digunakan sebagai senjata politik untuk menggalang dukungan. Tidak identitas Islam, tidak juga identitas NU itu sendiri," tegas Gus Yahya dalam Simposium Nasional Satu Abad NU di Surabaya, Jawa Timur, Ahad (19/2/2023).
Penolakan terhadap praktik politik identitas itu, kata Gus Yahya, lantaran NU tidak mau masuk ke dalam suatu dinamika kompetisi politik yang hanya melulu didasarkan pada pembelaan identitas-identitas.
Sebab dalam pandangan Gus Yahya, membela identitas akan cenderung mengarah pada kompetisi yang irasional atau tidak berdasar pada akal sehat.
"Kalau NU lawan yang bukan NU maka itu tidak ada argumen rasional di sana. Kalau bukan NU, pokoknya nggak mau. Kalau nggak qunut, nggak mau. Mulai puasanya bareng apa enggak? Kalau nggak bareng nggak mau. Tidak ada argumentasi rasional," jelas Gus Yahya.
Kemudian apabila tidak ada argumentasi yang rasional di dalam kompetisi maka tidak akan ada pendidikan politik. Dampaknya, bakal timbuh demokrasi yang irasional.
"Bahkan di sisi lain, ini akan sangat berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara," ucap kiai yang memperoleh gelar Doktor Honoris Causa dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu.
Untuk itu, Gus Yahya meminta kepada semua pihak untuk mampu mengelola perbedaan-perbedaan yang ada di antara sesama anak bangsa, apa pun perbedaannya sehingga tetap dalam kerangka kesadaran persaudaraan.
Keterbukaan atas Perbedaan
Gus Yahya bercerita, berkat penolakan terhadap politik identitas itu, NU dapat menerapkan keterbukaan atas perbedaan-perbedaan. Hal ini terlihat saat PBNU menggelar Peringatan Harlah 1 Abad NU di Sidoarjo pada 7 Februari 2023 lalu.
Ia mengaku sangat terharu melihat semua pihak yang membantu NU dengan sangat tulus. Bukan saja Muhammadiyah yang masih sama-sama Islam, tetapi non-Muslim pun ikut membantu.
"Gereja-gereja membuka halaman bahkan gedungnya untuk melayani kebutuhan dari jamaah NU yang ikut datang," ucap Gus Yahya.
Masyarakat di kampung-kampung juga berlomba menyediakan makanan untuk para jamaah. Sampai-sampai warga di sana ada yang sengaja mengosongkan rumahnya lalu mengungsi, supaya tempat tinggalnya itu bisa digunakan untuk melayani jamaah yang hadir dalam peringatan 1 Abad.
Muhammadiyah juga membuka masjid-masjid, sekolah-sekolah, kampus-kampus, dan kantor-kantornya. Mereka menyediakan bakso untuk dinikmati para jamaah NU.
"Mereka menyediakan bakso yang lebih banyak daripada bakso yang disediakan waktu Muktamar Muhammadiyah sendiri, hanya untuk menjamu jamaah yang hadir dalam peringatan 1 Abad NU, ini luar biasa mengharukan," pungkas Gus Yahya.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Fathoni Ahmad