Habib Ahmad bin Novel: Ulama dan Habaib Nusantara Bangga pada Identitas Keindonesiaan
Senin, 7 Februari 2022 | 22:30 WIB
Di Jakarta dikenal “Tiga Serangkai” habaib, yaitu Habib Ali Kwitang, Habib Ali Bungur (Senen), dan Habib Salim bin Jindan Al-Indunisi Al-Jawi. Semuanya, kata Habib Ahmad, menisbahkan dirinya pada daerah di Indonesia.
Jakarta, NU Online
Salah seorang pengasuh Yayasan Al-Fachriyah, Ciledug, Tangerang, Habib Ahmad bin Novel bin Salim bin Jindan menunjukkan kecintaan ulama Nusantara dan habaib yang ada di Indonesia pada daerah masing-masing. Menurut Habib Ahmad, indentitas keindonesiaan itu ditunjukkan oleh ulama Nusantara dan habaib dengan penisbahan nama daerah di belakang nama mereka pada karya mereka.
Demikian disampaikan Habib Ahmad dalam acara ‘Pekan Memorial Syekh Nawawi Banten’ di The Sultan Hotel dan Residence, Gelora, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin-Selasa (7-8/2/2022).
Habib Ahmad mencontohkan bagaimana Syekh Nawawi yang sangat terkenal di lingkungan intelektual di Timur Tengah menasabkan dirinya pada daerah Banten. Demikian juga dengan Syekh Yasin bin Isa yang menasabkan dirinya pada Padang sebagai daerah asalnya.
“Identitas keulamaan Syekh Nawawi Al-Bantani (Banten) dan ulama Indonesia setenar dan sepopuler apapun, nisbah kepada Indonesianya tidak dapat dilepaskan. Syekh Yasin bin Isa Al-Fadani (Padang). Habib Salim bin Jindan selalu mencantumkan namanya dengan nasab Al-Indunisi Al-Jawi (Indonesia, Nusantara),” kata Habib Ahmad.
Habib Ahmad juga menunjukkan contoh lain di kalangan habaib. Di Jakarta dikenal “Tiga Serangkai” habaib, yaitu Habib Ali Kwitang, Habib Ali Bungur (Senen), dan Habib Salim bin Jindan Al-Indunisi Al-Jawi. Semuanya, kata Habib Ahmad, menisbahkan dirinya pada daerah di Indonesia.
“3 Serangkai di Jakarta terkenal, Habib Ali Bungur, Habib Ali Kwitang, Habib Salim bin Jindan Al-Indunisi Al-Jawi. Mereka orang yang terikat dengan keindonesiaan. Mereka bangga dengan identitas keindonesiaannya,” kata Habib Ahmad.
Ia menambahkan, biasanya orang yang memiliki banyak ilmu cenderung menjadi lupa daratan. Yang menarik dari masyarakat Indonesia adalah keilmuan yang dalam dengan akhlak terpuji, ramah, rendah hati, dan kasih sayang.
Ia mengatakan, kekayaan identitas seperti ini harus dijaga. Hubungan ulama Nusantara dan Timur Tengah sudah hadir sejak dulu. Sunan Gunung jati dan Syekh Abu Zakariya Al-Anshari berhubungan. Demikian juga Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad yang bertemu dengan Syekh Yusuf Al-Maqassari.
“Kekayaan masyarakat Indonesia adalah ilmu pengetahuan agama. Kita memiliki kekayaan khazanah. Pengaruhnya tidak hanya di Makkah tempat Syekh Nawawi mukim, tapi manfaatnya sampai pada masyarakat Indonesia dan juga berbagai belahan dunia,” kata Habib Ahmad.
Hadir sebagai narasumber dalam peluncuran biografi ini A'wan PBNU Nyai Hj Badriyah Fayumi, Habib Ahmad bin Novel bin Jindan, dan peneliti kajian Nusantara Ahmad Baso. Biografi Syekh Nawawi Banten ditulis oleh Wakil Ketua Umum PBNU KH Zulfa Mustofa. Forum ini dimoderatori oleh Katib Syuriyah PBNU KH Abdul Moqsith Ghazali dan ditutup dengan doa oleh Katib Aam PBNU KH Said Asrori.
Pewarta: Alhafiz Kurniawan
Editor: Kendi Setiawan