Habib Anis: Peradaban adalah Dasar Memanusiakan Manusia
Kamis, 26 November 2020 | 09:00 WIB
Pati, NU Online
Dalam tradisi Jawa, adab memiliki peranan yang kuat. Begitu pula dalam konsep Islam. Hanya saja, kegelisahan muncul lantaran pada era teknologi seperti sekarang ini, adab atau keterdidikan sedikit demi sedikit mulai terkikis.
Sentilan itu muncul dan menjadi perbincangan hangat pada Suluk Maleman edisi 106 yang digelar secara daring Sabtu (17/10) bulan lalu. Konsep adab menurut Pengasuh Ngaji Ngallah Suluk Maleman, Habib Anis Sholeh Ba’asyin menjadi bagian penting dari bangsa ini.
“Jangan ngaku orang paling NKRI kalau tak bisa memanusiakan manusia. Karena jelas dalam Pancasila itu disebutkan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Adab menjadi salah satu landasan dari negara ini,” tegas Habib Anis.
Jawa pada dasarnya memiliki tradisi adab yang kuat dalam bermasyarakat. Salah satunya dikenal dalam nilai unggah-ungguh. Dalam setiap tindak tanduk ada nilai sopan santun yang kuat. Baik kepada sesama, maupun hubungan anak muda kepada yang lebih tua.
“Bahkan dari bahasanya pun sudah begitu terlihat tatanan unggah-ungguh-nya. Dengan bertingkat mulai dari bahasa ngoko, kromo madya, hingga kromo inggil. Lewat bahasa, orang Jawa dididik sejak awal untuk bisa menjaga adab pergaulan dengan saling menghormati satu dengan yang lain,” imbuhnya.
Istilah adab yang digunakan sekarang ini pun diserap dari bahasa Arab. Peradaban sendiri terbentuk sebagai hasil pendidikan. Hasil keterdidikan inilah yang akhirnya menjadi sistem besar yang mengatur interaksi sosial dalam masyarakat.
“Hal-hal semacam itulah yang perlu ditradisikan kembali. Sebagai contoh, bahasa Jawa saja sekarang sudah sedikit yang tahu. Belum lagi nilai unggah-ungguh yang menjadi kandungannya,” terang Habib Anis.
Di sisi lain, ajaran Islam menekankan bahwa salah satu fungsi pemimpin adalah menjadi contoh dalam laku beradab. Dasar kepemimpinan dalam Islam adalah kebertanggungjawaban. Dan itu adalah bagian dari adab keterdidikan.
“Dalam tradisi Jawa juga dikenal adanya Sabda Pandita Ratu. Seorang raja dalam mengucapkan sesuatu atau mengambil kebijakan tertentu harus sudah dipikirkan matang-matang. Karena tidak mungkin diubah-ubah. Jika hal itu dilakukan seorang raja tentu dia akan kehilangan kewibawaannya,” tambahnya.
Hanya saja, sekarang banyak yang mengesampingkan adab tersebut. Seorang presiden di Amerika misalnya, bisa memaki-maki di depan umum hanya demi kekuasaan. Hal itu pun terjadi di banyak level dan negara.
“Begitu pula jika dilihat di media sosial. Bagaimana seorang alim bisa dicaci begitu saja. Padahal dalam Islam penyampaian kebenaran pun harus dilakukan dengan kebijaksanaan dan penyampaian yang baik. Islam sangat menekankan soal adab,” tegasnya.
Hal itu terlihat saat Nabi Musa diperintah untuk mengingatkan Fir’aun. Meskipun Fir’aun jelas diketahui sebagai penguasa yang zalim, namun Nabi Musa diperintah untuk tetap berkata-kata dengan baik kepadanya.
“Hukum yang benar akan melahirkan adab yang benar. Karena adab posisinya di atas hukum. Kalau pada manusia saja tidak bisa beradab dengan baik, jangan harap bisa berbuat baik pada alam semesta, pada binatang dan tumbuhan,” imbuhnya.
Dalam ngaji budaya seri dari rumah itu pun turut menghadirkan sejumlah narasumber seperti Ilyas, Abdul Jalil, dan Agus Pranomo. Para narasumber juga bersepakat pentingnya menjaga adab dan peradaban.
Ribuan orang terlihat menonton Suluk Maleman yang disiarkan lewat berbagai kanal media sosial tersebut. Mereka juga turut disuguhkan sejumlah lagu dari Sampak GusUran.
Editor: Fathoni Ahmad