Nasional

Hanya 8 Persen Pahlawan Nasional Perempuan, Komnas Perempuan Nilai Sejarah Masih Bias Maskulin

Senin, 10 November 2025 | 11:00 WIB

Hanya 8 Persen Pahlawan Nasional Perempuan, Komnas Perempuan Nilai Sejarah Masih Bias Maskulin

Ketua Komnas Perempuan Hj Maria Ulfah Anshor. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyoroti minimnya pengakuan negara terhadap tokoh perempuan dalam narasi kepahlawanan nasional. Dari total 206 Pahlawan Nasional yang telah ditetapkan hingga saat ini, hanya 16 di antaranya perempuan, atau sekitar 8 persen saja.


Hal ini mengemuka dalam Diskusi Peringatan Hari Pahlawan Nasional 2025 bertema Meneguhkan dan Melanjutkan Juang Pahlawan Perempuan yang diselenggarakan secara daring oleh Komnas Perempuan, Senin (10/11/2025).


Ketua Komnas Perempuan Maria Ulfah menyatakan bahwa angka tersebut bukan sekadar data statistik, melainkan cermin dari sejarah bangsa yang masih berperspektif maskulin.


Menurutnya, konstruksi sejarah selama ini cenderung menempatkan perempuan sebagai pendukung perjuangan, bukan sebagai pelaku utama.


“Banyak pahlawan perempuan yang kiprahnya belum tercatat, bahkan terlupakan dari narasi kebangsaan kita. Sejarah yang adil gender adalah fondasi bagi masa depan yang berkeadilan,” ujar Maria.


Ia menegaskan bahwa peringatan Hari Pahlawan harus menjadi momentum untuk meneladani semangat juang perempuan dalam memperjuangkan kemerdekaan, keadilan, dan hak asasi manusia.


Beberapa nama yang diangkat dalam diskusi tersebut antara lain Siti Manggopoh, pejuang dari Sumatra Barat yang memimpin perlawanan terhadap pajak kolonial.


“Selain itu, ada Ibu Putmainah yang tetap teguh memperjuangkan keadilan meski harus menjalani penahanan di Plantungan. Ada juga Sri Maun Sarsono yang berjuang untuk pendidikan bagi perempuan, serta Ida Nasution, penulis dan aktivis yang berani menyuarakan kritik terhadap kolonialisme hingga akhirnya hilang pada tahun 1964,” sambungnya.


Maria menambahkan bahwa perjuangan para tokoh tersebut bukan hanya bagian dari sejarah masa lalu, tetapi juga menjadi penanda moral bagi bangsa hari ini.


Semangat mereka, kata Maria, menunjukkan bahwa perjuangan untuk kesetaraan merupakan nilai dasar dalam kehidupan bernegara.


Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan Daden Sukendar menilai bahwa ketimpangan jumlah pahlawan perempuan mencerminkan bias dalam pencatatan sejarah resmi. Berdasarkan data Kementerian Sosial tahun 2023, dari 206 Pahlawan Nasional, 190 di antaranya laki-laki.


“Kalau kita lihat data Kementerian Sosial tahun 2023, dari 206 pahlawan nasional, 190 di antaranya laki-laki. Artinya, pengakuan terhadap kontribusi perempuan masih sangat minim,” ungkap Daden.


Ia menjelaskan bahwa Komnas Perempuan terpanggil untuk menggali, mendokumentasikan, dan memperkenalkan kembali perjuangan perempuan Indonesia yang selama ini kurang dikenal publik.


Hal itu, menurutnya, penting untuk mendorong hadirnya pengakuan yang lebih setara di tingkat negara maupun dalam narasi sejarah.


“Ada adagium Arab yang mengatakan al-mar’atuimadul bilad, perempuan adalah tiang negara. Maka sangat ironi jika perjuangan mereka diabaikan dalam catatan sejarah bangsa,” tegasnya.


Daden menyerukan kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, akademisi, media, serta masyarakat sipil untuk melanjutkan semangat perjuangan perempuan dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan.


“Pahlawan sejati bukan hanya mereka yang gugur di medan perang, tetapi juga mereka yang setiap hari berjuang untuk kemanusiaan, kesetaraan, dan kebebasan dari kekerasan dan diskriminasi,” tutupnya.