Nasional

Harhubnas 2025 Sekadar Seremoni, Angkutan Umum Makin Mati Suri

Selasa, 16 September 2025 | 09:30 WIB

Harhubnas 2025 Sekadar Seremoni, Angkutan Umum Makin Mati Suri

Dua orang tampak menantikan KRL. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

 

Peringatan Hari Perhubungan Nasional (Harhubnas) 2025 kembali digelar dengan tema Bakti Transportasi untuk Negeri pada Rabu (17/9/2025) besok. Namun, Pemerhati Transportasi Muhammad Akbar menilai kondisi angkutan umum nasional justru memperlihatkan kondisi yang ironi seperti mati suri di banyak daerah dan makin tertinggal oleh dominasi kendaraan pribadi.

 

Akbar menegaskan bahwa di Jakarta, kota yang dianggap paling maju dalam pengembangan transportasi publik, penggunaan angkutan umum hanya mencapai 18,86 persen dari total perjalanan harian pada tahun 2024. Padahal, Jakarta memiliki jaringan TransJakarta, MRT, LRT, hingga integrasi JakLingko.

 

"Dengan realitas seperti ini, wajar bila Harhubnas tahun ini menjadi momen refleksi, apakah sistem transportasi kita benar-benar sudah menjadi wujud pengabdian kepada masyarakat luas?" katanya kepada NU Online, Selasa (16/9/2025).

 

Bahkan, lanjut Akbar, angkutan umum perkotaan di banyak daerah kini menghadapi kemunduran. Ia menyebut seperti bus kota nyaris hilang, angkot tersisa dalam jumlah sedikit dengan armada tua, sedangkan layanan BRT berjalan setengah hati. 

 

"Akibatnya, masyarakat makin bergantung pada sepeda motor atau ojek daring untuk mobilitas harian. Fenomena stagnasi ini tidak muncul tiba-tiba, melainkan buah dari lemahnya tata kelola transportasi, baik di tingkat pusat maupun daerah," katanya.

 

Dia mengungkapkan, kondisi angkutan umum di luar Jakarta bahkan lebih mengkhawatirkan. Seperti Bandung, lanjutnya, jumlah angkot terus menurun dan mayoritas armadanya sudah tidak layak jalan. 

 

"Di Semarang, layanan BRT (Bus Rapid Transit) yang beroperasi sejak 2009 belum mampu menarik minat besar. Jumlah penumpangnya masih relatif kecil dibanding kebutuhan mobilitas harian. Di Palembang, LRT yang dibangun untuk Asian Games 2018 hanya mengangkut belasan ribu penumpang per hari, jauh dari kapasitas yang tersedia," katanya.

 

Makassar juga mengalami nasib serupa, kata Akbar, Operasional Trans Mamminasata terganggu setelah subsidi pusat dihentikan, menyisakan hanya beberapa koridor aktif yang kini bertahan berkat dukungan Pemerintah Provinsi Sulsel melalui program Bus Trans Sulsel.

 

"Jika kota besar menghadapi masalah serius, maka di kota-kota kecil dan menengah kondisinya bahkan lebih memprihatinkan," katanya.

 

Kondisi lebih parah terlihat di kota-kota kecil dan menengah. Denpasar, Akbar mencontohkan, tingkat penggunaan angkutan umum pada 2007 hanya sekitar 3–4 persen. Studi terbaru pada 2016 mencatat angka 8,8 persen, menunjukkan masih tingginya ketergantungan masyarakat pada kendaraan pribadi, baik motor maupun mobil.

 

“Di banyak kota menengah, angkot nyaris punah, jadwal tidak menentu, dan armada yang tersisa rata-rata sudah berusia tua. Ini ironi besar untuk kota-kota yang seharusnya menjadi etalase Indonesia di mata dunia,” terangnya.