Hasil Konferensi Internasional Humanitarian Islam Bakal Dibukukan dan Diterbitkan Routledge London
Jumat, 8 November 2024 | 15:00 WIB
Ketua PBNU, KH Ulil Abshar Abdalla atau Gus Ulil (tengah) saat memandu rangkaian Konferensi Internasional Humanitarian Islam di Yogyakarta, Jumat (8/11/2024).
Sleman, NU Online
Ketua Steering Committee (SC) International Conference on Humanitarian Islam, KH Ulil Abshar Abdalla atau Gus Ulil, mengatakan rangkaian Konferensi Humanitarian Islam, yang dimulai sejak Selasa, (5/11/2024) di Jakarta telah resmi berakhir pada Jumat (8/11/2024) di Yogyakarta.
“Alhamdulillah, seluruh proses konferensi Humanitarian Islam ini sudah selesai,” kata Gus Ulil kepada NU Online di Hyatt Regency Yogyakarta, Jumat (8/11/2024).
Dalam sesi terakhir, isu kelanjutan konferensi dibahas secara mendalam, termasuk rencana penerbitan sebuah buku antologi sebagai bagian dari kelanjutan hasil diskusi dan pengembangan konsep humanitarian Islam. Gus Ulil menyebut antologi tersebut nantinya akan yang akan disunting oleh Antropolog dari Boston University, Amerika Serikat Prof Robert W. Hefner.
“Konferensi ini akan menghasilkan sebuah buku, kumpulan tulisan, antologi yang akan diedit oleh Prof Robert Hefner dari Boston University, Amerika Serikat. Dia akan menjadi editor untuk buku ini,” ujar dia.
Rencananya, lanjut Gus Ulil, antologi tersebut akan diterbitkan oleh penerbit internasional Routledge di London, Inggris. Pemilihan penerbit tersebut, katanya, dengan tujuan untuk menjangkau kalangan akademisi global.
“Kita akan menerbitkannya di penerbit luar negeri yaitu Routledge di London. Kenapa kita pilih penerbit ini? Karena kita ingin buku ini mempunyai gaung di tingkat internasional dan di tingkat akademik, di kalangan ilmuwan di luar negeri,”jelasnya.
Selain itu, ia menambahkan bahwa basis tujuan diadakannya konferensi humanitarian Islam ini seperti dikemukakan oleh Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf dalam berbagai kesempatan adalah ingin melibatkan akademisi asing di dalam diskursus mengenai humanitarian Islam ini.
“Mengapa mereka dilibatkan? Karena memang mereka memiliki pengaruh di dalam membentuk pandangan dan opini di Barat. Kita butuh mereka sebagai teman, sebagai sahabat yang akan kita jadikan sebagai semacam duta-duta untuk ide tentang humanitarian Islam ini karena tanpa mereka kita tidak akan bisa sukses melancarkan gerakan ini pada tingkat global,” papar dia.
Selain edisi internasional, buku ini juga akan diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa, yakni bahasa Indonesia dan bahasa Arab. Harapannya agar buku tersebut dapat diakses oleh berbagai kalangan, termasuk akademisi nasional dan internasional, khususnya di dunia Arab.
“Kita akan mencoba untuk menerbitkannya, menerjemahkannya dalam beberapa bahasa yang paling penting adalah dalam bahasa Indonesia, sehingga nanti bisa dinikmati oleh kalangan ilmiah di Indonesia, tapi juga sekaligus kalangan pesantren. Selain itu kita juga akan menerjemahkannya mengusahakan dalam bahasa Arab” jabarnya.
“Humanitarian Islam ini didialogkan dengan kalangan intelektual Arab, kalangan masyarakat Arab dan gerakan-gerakan Islam di dunia Arab dan dunia yang lain,” imbuhnya.
Gus Ulil menyebut, buku ini ditargetkan terbit pada pertengahan tahun depan dengan harapan proses publikasi melalui Routledge dapat berjalan cepat. “Terakhir adalah kita berharap buku ini bisa terbit kira-kira pertengahan tahun depan,” ucapnya.
Konferensi yang berlangsung dua hari di Jakarta dan satu hari di Yogyakarta ini melibatkan para akademisi internasional dengan reputasi tinggi. Melalui konferensi ini, Gus Ulil berharap gagasan humanitarian Islam dapat mendapatkan perhatian akademik, tidak hanya di Barat tetapi juga di dunia secara luas.
"Semoga ini membawa maslahah bagi NU, umat Islam di Indonesia, serta berkontribusi pada kesarjanaan dunia dan masyarakat global," tutupnya.
Acara yang dibuka oleh Menteri Agama Nasarudin Umar, mewakili Presiden Prabowo Subianto, tersebut menghadirkan cendekiawan dan agamawan dari berbagai negara. Konferensi ini merupakan hasil kerja sama PBNU, Universitas Indonesia (UI), dan Centre for Shared Civilizational Values (CSCV).