menghentikan politik identitas bisa meredam aksi-aksi terorisme. politik identitas membuka ruang interpretasi aksi kejam.
Jakarta, NU Online
Pengamat terorisme Alto Labetubun menegaskan pemerintah harus menghentikan politik identitas untuk meredam aksi-aksi terorisme. Pasalnya, hal tersebut membuka ruang interpretasi aksi kejam mereka.
“Pemerintah harus berusaha menghilangkan politik identitas karena memberikan ruang interpretasi aksinya,” katanya dalam bincang secara virtual yang dipandu Savic Ali pada Ahad (29/11) malam.
Politik identitas, menurutnya, menciptakan kondisi tertentu sehingga ada orang yang membenarkan aksi tersebut atau bahkan mengglorifikasinya sebagai sebuah tindakan kepahlawanan atas nama agama.
Dalam hal ini, Alto menyampaikan memang pendidikan formal punya komponen penting dalam proses pencegahan bagaimana anak-anak didik saling menerima perbedaan. Namun, waktu mereka di luar jam sekolah lebih luas lagi. Karenanya, ia menegaskan bahwa hal ini memang tidak bisa dilakukan satu pihak saja, melainkan kerjasama menyeluruh dari setiap elemen.
Sebagaimana diketahui, Mujahidin Indonesia Timur (MIT) kembali melakukan tindakan teror biadab di Sigi, Sulawesi Tengah. Alto menyebut warga lokal juga masih terhubung dengan kelompok teroris secara langsung atau tidak langsung dengan membantu menyuplai logistik.
“Ada beberapa warga menyuplai makanan kepada MIT, baik laki-laki maupun perempuan. Secara logistik suplai, mereka masih punya banyak pendukung dari bawah naik ke atas. Mereka punya basis dukungan di lokal,” katanya.
Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa pemerintah perlu memutus jejaring logistik mereka. Untuk hal ini, ia menyarankan tidak dilakukan petugas keamanan TNI atau Polri, tetapi melalui komponen lain seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
“Menurutku harus diputus dulu jejaring logistik mereka. Tidak bisa dilakukan TNI. Harus dilakukan komponen lain, seperti BNPT,” katanya.
Senada dengan Alto, Komandan Detasemen Khusus 99 Asmaul Husan Gerakan Pemuda Ansor menyampaikan bahwa keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk meniadakan istilah kafir dan menggantinya dengan warga negara merupakan langkah penting untuk menciptakan kondisi Indonesia bisa diterima semua kalangan.
Untuk mengatasi kondisi seperti ini tidak hanya berharap pada pemerintah. Ia menegaskan bahwa hal ini bergantung kepada semua masyarakat sipil yang harus saling sinergi.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Muhammad Faizin