Hoaks Menjamur di Tengah Pandemi Pengaruhi Peran Masyarakat Sipil
Ahad, 29 Agustus 2021 | 02:00 WIB
Jakarta, NU Online
Hoaks dan disinformasi terkait pandemi Covid-19 masih terus beredar luas, terutama di media sosial. Menjamurnya hoaks dan fenomena produksi hoaks yang kemudian menjadi profesi karena dibayar politisi serta kelompok madzhab tertentu berpengaruh terhadap peran civil society (masyarakat sipil).
Direktur Said Aqil Siroj (SAS) Institute, H Imdadun Rahmat mengatakan, banyak sekali kebijakan pemerintah yang disinformatif atau mengalami pemutarbalikan fakta sehingga membentuk distract masyarakat. Begitu juga, ormas Islam mainstream menjadi target ganasnya medsos yang menyebabkan fitnah.
“Akibatnya, terjadi distract kepada para kiai dan NU baik sebagai organisasi, gerakan, maupun pemikirannya,” ujar Imdad saat mengisi acara Diaspora Santri bertajuk Infodemi dan Strategi Komunikasi Publik di Masa Pandemi, di kanal YouTube TVNU, Sabtu (28/8/2021).
Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo, Usman Kansong, mengungkapkan terkait hoaks dan disinformasi, pihaknya telah melakukan gerakan literasi digital sebagai langkah panjang agar masyarakat melek digital dan tidak terpapar atau ikut menyebar hoaks.
Selain itu, imbuh dia, melalui kontra narasi dan mekanisme cek fakta media online, Kominfo telah bekerja sama dengan platform global untuk takedown informasi yang tidak benar.
Kenapa hoaks merajalela? Dijelaskan Usman, faktor utama karena krisis kesehatan multidimensi yang berdampak pada krisis ekonomi. Faktor lain karena era digital telah membuka peluang orang untuk menyebar hoaks. Bahkan, menjadikannya sebagai profesi.
“Contoh di AS, ketika Pilpres 2016 ternyata hoaks yang disebarkan Donald Trump melalui medsos dikerjakan kelompok anak muda profesional dan mendapat bayaran lumayan besar,” kata dia.
Oleh karena itu, ia berharap masyarakat memenuhi medsos dengan tulisan yang membangun optimisme, kritik yang konstruktif serta bermanfaat.
“Di era post-truth apa yang ditulis di medsos tidak semuanya benar. Siapa saja bisa menulis melebihi pakar, sehingga masyarakat mudah mendapat serbuan infodemi karenannya perlu selektif atau hati-hati,” pesannya.
Usman juga menyebut Kementerian Kominfo telah mengidentifikasi 1.845 isu hoaks terkait Covid-19. Isu tersebut telah tersebar dalam 4.442 unggahan konten di medsos. Dari jumlah itu, Kominfo telah melakukan proses takedown dan telah dilakukan tindakan hukum.
Kontributor: Suci Amaliyah
Editor: Musthofa Asrori