Jakarta, NU Online
Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung sejak awal tahun 2020 telah menciptakan situasi infodemi, yaitu banyaknya hoaks atau gangguan informasi yang dapat mengakibatkan pemahaman masyarakat tidak lengkap tentang situasi yang sedang terjadi.
Pendiri Yayasan Mulia Raya Prof Musdah Mulia mengatakan, selama pandemi banyak bertebaran berita hoaks, berita palsu yang merugikan masyarakat bahkan berita itu mengarah ke diskriminasi yang berpotensi menimbulkan konflik-konflik horizontal dan menimbulkan perpecahan bangsa.
Hal tersebut diungkapkannya saat membuka acara workshop pembukaan akademi milenial basmi hoaks yang disiarkan langsung melalui laman facebook Muslimah Reformis, Selasa (6/7). Kenapa masyarakat kita senang menebar hoaks atau menciptakan hoaks? Menurut Prof Musdah ada tiga penyebabnya.
Ia mengutip teori seorang pakar transformasi sosial, bernama Otto Cramer yang mengatakan bahwa masyarakat Indonesia yang tidak mampu merespons perkembangan kondisi sekitarnya akan terjebak pada tiga hal: suara yang suka menghakimi, suara sinis atau nyinyir, dan suara ketakutan terhadap kelompok.
Lalu kalangan mana yang banyak terpapar hoaks? Dikatakan Prof Musdah, masyarakat yang paling banyak terpapar hoaks adalah kaum milenial. Karena mereka adalah pengguna internet paling banyak. Hal ini berdasarkan pada data yang disampaikan Setara Institute, Wahid Foundation.
Karena itu, menurutnya, upaya terbaik untuk melawan virus hoaks; Pertama, harus bersikap kritis. Kedua, jangan mudah percaya terhadap informasi yang datang. “Jadi harus menggunakan nalar kritis terlebih dahulu dan itu hanya bisa dilakukan oleh orang yang punya literasi baik,” tuturnya.
Sebagai informasi, Prof Musdah menyebut bahwa sepanjang Juli hingga September 2020 facebook telah mengambil tindakan membukukan satu juta konten yang menyebar hate speech (ucapan penghinaan/kebencian).
“Satuan tugas (Satgas) Covid-19 menyebut jumlah hoaks yang tersebar selama pandemi sebanyak 137.000 sekian kasus, karena itu saya berpikir kondisi ini bukan hanya memprihatinkan tetapi juga masuk kondisi darurat,” ungkap Sekretaris Jendral Indonesia Conference on Religion and Peace (ICRP) itu.
Berdasar penelitian yang dilakukan oleh Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), pada 2020 jumlah hoaks di Indonesia mencapai 2.298, ini yang sempat ditangkap oleh Mafindo, penyebabnya karena minimnya literasi masyarakat Indonesia sehingga mudah menyampaikan konten-konten yang tidak positif.
Dari penelitian tersebut yang paling banyak ditemukan adalah hoaks yang berkaitan dengan agama, politik, kesehatan dan ini masih menduduki peringkat tinggi yang akan berdampak dahsyat.
“Fenomena tersebut seperti gunung es, masih banyak informasi hoaks yang bertebaran dimasyarakat namun yang ditangkap cuma sedikit,” kata perempuan kelahiran Bone, Sulawesi Selatan itu.
Kontributor: Suci Amaliyah
Editor: Syamsul Arifin