Ketua PBNU, KH Yahya Cholil Staquf  (Gus Yahya) saat Silaturahim PBNU, PWNU Indonesia dengan Gubernur Jawa Timur di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Rabu (16/2/2022) malam. (Foto: Andika)
Surabaya, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menulis sebuah buku berjudul Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama. Di dalam bukunya itu ia menyampaikan gagasan tentang governing (pemerintahan) di NU.
"Mengelola NU ini laksana pemerintahan. Kenapa? Karena saya melihat bahwa kewargaan NU ini bukan keanggotaan. Karena yang kita punya adalah orang-orang yang mengidentifikasi diri sendiri sebagai warga NU," kata Gus Yahya saat Silaturahim Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, PWNU Indonesia dan Gubernur Jawa Timur di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Rabu (16/2/2022) malam.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa NU ini mempunyai fellowship (rekanan). Fellowship ini, kata Gus Yahya, jika dikaitkan dengan teritori politik menjadi citizenship atau kewarganegaraan.
"Karena kita ndak punya kaitan dengan teritori politik, namanya ya kewargaan itu saja. Nah, tidak ada cara yang lebih tepat singkatnya untuk mengelola Nahdlatul Ulama ini dalam pandangan saya selain membangun sistem goverment di Nahdlatul Ulama. Jadi kepengurusan di Nahdlatul Ulama ini harus berjalan laksana pemerintahan," jelas Gus Yahya.
Tiga kebangkitan di tiga sektor utama
Gus Yahya mengatakan dalam menghadapi abad kedua, Nahdlatul Ulama membutuhkan tiga kebangkitan di tiga sektor utama.
"Saya sampaikan bahwa kita membutuhkan saat ini menghadapi abad kedua ini, kita membutuhkan tiga kebangkitan di tiga sektor utama. Yang pertama adalah kebangkitan intelektual," ujar Gus Yahya. Menurut dia banyak tantangan ke depan yang memerlukan kedalaman dan kreativitas intelektual.
Kebangkitan kedua yakni kebangkitan kewirausahaan dikarenakan ekonomi ke depan akan semakin bertumpu pada kreativitas dan vitalitas dari warga yang independen.
"Dan yang ketiga ini yang penting, kita butuh kebangkitan teknokrat di lingkungan Nahdlatul Ulama. Yang relevan saya sebutkan sekarang karena saya nyatakan tadi, saya ingin membangun government di dalam kepengurusan ini, dan untuk membangun government itu diperlukan kecakapan teknokratis," ucapnya.
Belajar ke Khofifah
Menurut Gus Yahya, di lingkungan Nahdlatul Ulama sekarang ini tidak ada yang punya pengalaman teknokratis yang lebih baik dari Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Gus Yahya berharap agar Khofifah Indar Parawansa mengajarkan pengalaman teknokratnya kepada jajaran Pengurus Nahdlatul Ulama.
"Jadi, nanti saya berpikir bahwa kita akan adakan pendidikan teknokrasi dilakukan pengurus, dan Bu Khofifah nanti akan kita minta untuk berkeliling Indonesia mengajar teman-teman kita di PWNU-PWNU seluruh Indonesia ini, tentang bagaimana mengelola, membangun teknokrasi di dalam Nahdlatul Ulama. Karena kita sekarang sedang butuh," jelasnya.
Hal ini dikarenakan Nahdlatul Ulama sekarang ini sudah memperoleh akad kerja sama dengan berbagai pihak yang eksekusinya setingkat nasional. Disediakan anggaran, bermacam fasilitas, namun kontennya dibuat dan berasal dari Nahdlatul Ulama. "Di antaranya dari Kementerian Lingkungan Hidup (seperti) program peremajaan kebun sawit rakyat, program kehutanan sosial. Kemudian dari Kementerian Kelautan punya kerja sama pengembangan kampung nelayan," terang Gus Yahya.
Selain itu, kata Gus Yahya, ada akad kerja sama Kementerian UMKM untuk mencetak Wirausaha Santri. Lalu akad kerja sama dengan Kementerian BUMN membentuk Badan Usaha Milik Nahdlatul Ulama.
"Nah dari sini kita sudah bisa membayangkan bahwa untuk mengelola semua itu supaya bisa jalan beneran, bukan cuma omongan, bukan hanya selesai jadi tanda tangan MoU (Memorandum of understanding). Kita membutuhkan teknokrasi," pungkasnya.
Kontributor: Malik Ibnu Zaman
Editor: Kendi Setiawan