Nasional

Imparsial Nilai Keterlibatan TNI Jaga Kilang Pertamina sebagai Bentuk Penyimpangan Wewenang

Selasa, 25 November 2025 | 21:15 WIB

Imparsial Nilai Keterlibatan TNI Jaga Kilang Pertamina sebagai Bentuk Penyimpangan Wewenang

Gambar hanya sebagai ilustrasi berita. (Foto: dok. TNI AD)

Jakarta, NU Online

Wakil Direktur Imparsial Hussein Ahmad menilai bahwa keterlibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam menjaga kilang minyak milik Pertamina sebagai bentuk penyimpangan wewenang karena telah memperluas fungsi ke luar pertahanan.


Hussein menganggap, instruksi Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin itu menyalahi prinsip dasar supremasi sipil dalam negara demokratis.


"Dari sudut pandang kewenangan TNI itu sebetulnya sudah jauh daripada yang dimandatkan di dalam Undang-Undang TNI. Kan logikanya sebetulnya adalah tentara itu bisa terlibat di dalam pengamanan-pengamanan, namun demikian itu sifatnya tugas perbantuan," katanya kepada NU Online di Jakarta, pada Selasa (25/1/2025).


"Kalau dilihat dari pasal 7 (UU TNI), tugas perbantuan, membantu pemerintah di daerah, dan segala macam, sifatnya membantu. Oleh karena itu, dia (TNI) bukan operasi mandiri, yang kita tangkap dari rapat di Komisi I itu adalah tugas operasi mandiri itu tidak dimungkinkan," tambahnya. 


Menurut Hussein, Menhan Sjafrie tidak memiliki kewenangan untuk melakukan mobilisasi atau pengerahan pasukan. Ia menegaskan bahwa dalam sistem negara demokratis, setiap bentuk pergerakan pasukan wajib melalui otorisasi Presiden dengan mensyaratkan adanya peraturan pelaksana setingkat Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan Pemerintah (PP).


Langkah semacam ini, kata Hussein, berpotensi menciptakan preseden buruk yang mengaburkan rantai komando TNI dan melemahkan prinsip akuntabilitas tata kelola sektor keamanan.


"Perlu mengingatkan juga bahwa dalam konteks itu sekarang masih dalam tahap pengujian di Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu semestinya hal tersebut tidak dilakukan, itu dari segi kebijakan," jelasnya.


Lebih lanjut, Hussein memandang bahwa penjagaan fasilitas industri, termasuk aset BUMN adalah domain kepolisian atau perangkat sipil lainnya yang dapat ditingkatkan kapasitasnya.


Ia menegaskan, pelibatan TNI justru menghambat profesionalisasi militer karena menggeser fokus mereka dari tugas pokok pertahanan ke tugas-tugas yang bersifat sipil.


"Kalau kepolisiannya masih mampu dalam menangani dan mengurusi itu, apa kemudian urgensinya militer dalam penanganan kilang-kilang minyak, apakah memang sudah tidak ada lagi yang bisa dikerjakan dalam konteks menghadapi pertahanan perang. Justru jawabannya adalah ancaman perang semakin kompleks," katanya.


"Selain itu, penggunaan TNI dalam sektor-sektor non-pertahanan secara berulang akan menormalkan kembali doktrin dwifungsi dalam wajah baru," tegasnya.


Diketahui, Menhan Sjafrie Sjamsoeddin menegaskan bahwa TNI akan dilibatkan secara langsung dalam pengamanan instalasi strategis milik negara, termasuk seluruh kilang dan terminal Pertamina. Langkah ini diklaim untuk memastikan keberlanjutan industri strategis yang dinilai berhubungan langsung dengan kedaulatan negara.


"Semata-mata untuk menjaga keutuhan wilayah dan pengamanan serta menyelamatkan kepentingan nasional, serta menjaga industri strategis yang mempunyai kaitan dengan kedaulatan negara. Sebagai contoh, kilang dan terminal Pertamina, ini juga bagian yang tidak terpisahkan daripada gelar kekuatan kita," kata Sjafrie dalam jumpa pers usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (24/11/2025) kemarin.


"Tugas-tugas pengamanan instalasi strategis, khususnya yang dimiliki oleh Pertamina, ini juga bagian dari Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dan ada di dalam revisi Undang-Undang TNI yang 14 pasal itu," tegas Sjafrie.