Pada tahun 2016, Balai Litbang Agama (BLA) Jakarta Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI melakukan penelitian Implementasi SMP Berbasis Pesantren.
Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, berupa studi kasus (case studies). Data dikumpulkan melalui teknik wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Penelitian dilakukan di 14 SMP di sembilan Kabupaten/Kota, yaitu Kabupaten Pandeglang, Kota Serang, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Cirebon.
Penelitian didasari bahwa pada tahun 2008 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama menjalin kerja sama untuk melaksanakan Program Pengembangan SMP berbasis Pesantren. Kerja sama ini dituangkan dalam Kesepakatan Bersama antara Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Pertama dan Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Nomor 815/C3/LL/2008 dan Nomor Dt.I.III/83/2008 tentang Pengembangan Sekolah Menengah Pertama Berbasis Pesantren.
Kemudian, pada 2013 program itu dilanjutkan berdasarkan Kesepakatan Bersama antara Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Pertama dan Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Nomor 1763.1/C3/KP/2013 dan Nomor Dj.I/Dt.i.III/3/PP.00.7/2509/2913 tentang Pengembangan Sekolah Menengah Pertama Berbasis Pesantren.
Tujuan utama yang hendak dicapai melalui program tersebut adalah meningkatnya kualitas pendidikan moral spiritual di sekolah dan meningkatnya kualitas pendidikan umum di pesantren. Sejumlah hal yang melatarbelakangi digulirkannya program tersebut adalah fenomena semakin tingginya tingkat kenakalan remaja, seperti tawuran dan kekerasan seksual; dan semakin besarnya tuntutan masyarakat akan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal, seperti sekolah.
Sekolah Berbasis Pesantren (SBP) diharapkan menjadi model sekolah yang mengintegrasikan keunggulan sistem pendidikan yang diselenggarakan di sekolah dan keunggulan sistem pendidikan di pesantren.
Secara khusus, penelitian ini bertujuan mengkaji capaian peserta didik pada SMP Berbasis Pesantren, baik dalam bidang prestasi akademik dan non-akademik, penguasaan pengetahuan agama, dan karakter peserta didik dalam kultur pesantren.
Hasil penelitian ini ditemukan program ini tidak banyak diketahui oleh instansi yang menaunginya di tingkat Kabupaten atau Kota, baik oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan maupun Kementerian Agama. Program SBP tidak serta merta menaikkan capaian akademik siswa yang signifikan, diindikasikan dengan naik-turunnya (fluktuasi) hasil Ujian Nasional selama lima tahun terakhir. Kondisi tersebut dimungkinkan karena faktor input siswa, guru yang tidak sesuai antara latar belakang pendidikan dengan bidang studi yang diajarkan (missmatch). Keculai dua SBP di Kabupaten Sukabumi yang mengalami peningkatan hasil UN yang cukup signifikan.
Penguasaan pengetahuan agama dapat diketahui dari pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Sedangkan pelaksanaan pembelajaran dan penilaian penguasaan Baca Tulis al Qur’an dan Kitab Kuning belum dilakukan secara terintegrasi. Artinya perencanaan, proses dan evaluasi pembelajaran belum terintegrasi antara sekolah dan pesantren, masih terkesan berjalan masing-masing. Hampir semua SMP Berbasis Pesantren menargetkan sisswa-siswinya untuk hafal Al-Qur'an minimal juz 30.
Ukuran lainnya dari penguasaan pengetahuan agama adalah implementasi pengetahuan dalam peribadatan sehari-hari atau yang kita sebut sebagai kesalehan ritual, seperti shalat berjamaah dan ibadah-ibadah sunnah serta sikap kemasyarakatan. Keshalehan ritual mayoritas siswa lebih nampak saat mereka berada di lingkungan pesantren. Saat para siswa berada di lingkungan rumah (tempat tinggal) saat liburan, mereka tidak sesering melakukan seperti di lingkungan pesantren. Hal itu dikarenakan di lingkungan pesantren terdapat peraturan dan pengawasan selama 24 jam oleh guru (ustadz) dan pengasuh pesantren.
Lima karakter dari tujuh belas karakter dalam pedoman penyelenggaran SMP Berbasis Pesantren, yaitu Kemandirian, Kebersihan, Toleransi, Kedisiplinan, Kemasyarakatan, tidak semua menunjukkan nilai positif. Sangat sulit pesantren mengontrol nilai-nilai karakter kebersihan dalam kehidupan pesantren dengan jumlah santri atau siswa yang relatif banyak. Sikap positif kadangkala belum sesuai dengan kondisi sebenarnya, karena lingkungan yang terlihat kurang bersih.
Selain lima karakter tersebut, juga muncul nilai karakter lainnya seperti kesantunan dan kedamaian. Sikap santun tersebut ditunjukkan dengan mengucapkan salam saat bertemu dengan sesama dan mencium tangan kiai dan ustadz. Sikap kedamaian dapat dilihat dari upaya para santri yang mencoba menyelesaikan sendiri konflik yang kadang terjadi antar sesama santri.
Kesimpulan ini hanya menggambarkan kondisi di setiap sasaran penelitian, belum bisa menggeneralisasi dari semua Program SBP yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pesantren.
Rekomendasi
Untuk meningkatkan peluang keberhasilan program ini diperlukan koordinasi dan sinergi vertikal pada masing-masing kementerian yang mendukung program ini, baik Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sinergi dan koordinasi yang baik diperlukan baik dalam hal pembinaan, pengawasan dan evaluasi, sehingga tidak terjadi tumpang tindih tugas atau ketertinggalan informasi di kalangan para pemangku kepentingan.
Perlu dikembangkan standar yang disepakati bersama agar dapat digunakan sebagai tolok ukur kemajuan pembelajaran di bidang pengajian kitab kuning dan baca tulis Al-Qur'an. Serta pengembangan instrumen evaluasi yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai kemajuan di bidang penanaman dan pembiasaan kultur kepesantrenan.
Sekolah Berbasis Pesantren (SBP) perlu meningkatkan koordinasi dan sinergi antara pihak sekolah dan yayasan atau pesantren yang menaunginya agar tanggung jawab untuk memajukan program ini menjadi tanggung jawab bersama yang terwujud dalam upaya terintegrasi, baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi pembelajaran.
Editor: Kendi Setiawan