Jakarta, NU Online
Indonesia merupakan negara dengan sumber daya alam (SDA) yang melimpah, termasuk komoditas energi seperti minyak dan gas bumi. Meski begitu, jumlah impor bahan bakar minyak (BBM) terus meningkat dalam tujuh bulan pertama 2022.
Deputi Bidang Statistik, Distribusi, dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Setianto melaporkan, impor BBM periode Januari hingga Juli 2022 tercatat US$ 14,37 miliar, atau naik 97,71% bila dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.
“Kalau kita lihat volumenya itu (Januari-Juli 2022) 14,3 juta ton naik 17,63 persen,” kata Setianto saat konferensi pers, Senin (15/8/2022) lalu.
Menanggapi itu, Pengurus Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) Amrullah Hakim, menjelaskan bahwa tingkat produksi minyak mentah yang jauh di bawah total kebutuhan menjadi faktor pasokan BBM dalam negeri harus dipenuhi dari impor. Ditambah lagi dengan keterbatasan kilang minyak untuk mengolah minyak mentah menjadi BBM.
Lebih lanjut, pria yang karib disapa Amrul ini mengatakan bahwa jumlah impor minyak yang saat ini tercatat sebanyak 500 ribu barel per hari, mengharuskan Indonesia menyesuaikan dengan harga pasar dunia. Semakin besar impor, semakin besar ketergantungan Indonesia terhadap harga BBM dunia.
“Impor yang saat ini jumlahnya sudah 500 ribu barel per hari ini tentunya harus menggunakan harga pasar global,” kata Amrullah Hakim dalam keterangan tertulis kepada NU Online, Ahad (28/8/2022).
Sementara itu, komoditi gas bumi juga dinilai memiliki kendala tersendiri. Amrul menjelaskan, pemanfaatan gas bumi secara masif masih terkendala pada kegiatan distribusi gas yang memiliki keterbatasan dalam infrastruktur. Kendala itu berupa pemasangan pipa gas yang belum merata di seluruh wilayah.
Baca Juga
Harga BBM Turun Tidak Akan Bertahan Lama
“Gas ini bisa berpindah dari sumbernya ke konsumen pengguna dengan dialirkan melalui pipa gas atau dicairkan dalam bentuk liquified natural gas (LNG) lalu digaskan lagi di stasiun regasifikasi. Infrastruktur gas kita masih sangat kurang,” jabar Amrul.
“Ditambah lagi potensi gas kita lebih banyak terdapat di Indonesia bagian Timur, sedangkan permintaan didominasi di Indonesia bagian Barat,” tambahnya.
Energi alternatif
Ditengah rencana kenaikan harga BBM dalam waktu dekat ini, Amrul menutur bahwa sudah saatnya Indonesia mendorong penyediaan dan pemanfaatan energi dalam wujud kelistrikan yang bersumber dari panas bumi, gas, sinar matahari, angin, air, maupun nuklir.
Ia menyebut, negara-negara Eropa saat ini dapat bertahan dari krisis energi karena punya pembangkit listrik dari nuklir. Bahkan baru-baru ini, Jepang juga dikabarkan telah akan membangun reaktor baru untuk mengantisipasi krisis energi.
“Kita sebaiknya juga begitu, memanfaatkan semua sumber energi yang melimpah ini. Hubungkan semua sumber pembangkitan listrik ini dengan kabel listrik ke seluruh kabupaten di Indonesia,” tuturnya.
“Lalu, kendaraan bisa beralih menjadi kendaraan listrik. Transportasi publik pun bisa dengan bus listrik, misalnya,” pungkas Amrullah.
Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Musthofa Asrori