Dasar argumentasi yang disampaikan Gus Dur memang tepat dan sesuai dengan kondisi yang terjadi. (Foto: AFP)
Jakarta, NU Online
Gagasan Presiden kelima Republik Indonesia, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) selalu hangat diperbincangkan sampai saat ini. Selain sarat makna, cara pandang Gus Dur soal kehidupan berbangsa dan bernegara tersebut diakui memang telah membuka jalan pikiran bagi setiap yang mendengarnya.
Dasar argumentasi yang disampaikan Gus Dur memang tepat dan sesuai dengan kondisi yang terjadi. Meski begitu, saat menjabat sebagai presiden kebijakan Gus Dur selalu menjadi polemik. Salah satu alasannya karena pemikiran Gus Dur terlampau sudah melesat jauh ke depan dibandingkan dengan tokoh lain yang menolaknya.
Seperti saat Gus Dur mencabut Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) no 25 tahun 1966 tentang Pelarangan Partai Komunis Indonesia (PKI). Ramai-ramai Gus Dur dihujat dan dicaci maki oleh lawan politiknya. Ternyata setelah diungkap, apa yang dilakukan Gus Dur tersebut sudah tepat dan tidak bertentangan dengan konstitusi negara.
Menteri Riset dan Teknologi era Presiden Abdurrahman Wahid, Prof Muhammad Atho'illah Shohibul Hikam atau biasa disapa Prof AS Hikam mengatakan, alasan Gus Dur mencabut TAP MPR tersebut adalah untuk melakukan rekonsiliasi. Sementara landasan rekonsiliasinya adalah Pancasila dan konstitusi yaitu UUD 1945.
"Jadi TAP MPR no 25 tahun 66 tentang pelarangan PKI meski dicabut. Karena berlawanan dengan spirit Pancasila yang tak tertulis (Bhineka Tunggal Ika) yang sudah dilaksanakan bangsa Indonesia 7 abad sebelum proklamasi kemerdekaan. Tak hanya itu, teks UUD 45 mengamanahkan agar negara melindungi segenap bangsa Indonesia," kata Prof AS Hikam saat memberikan pandangannya terhadap gagasan Gus Dur soal PKI di Kongkow Virtual yang diselenggarakan Konsorsium Kader Gus Dur, Rabu (7/10) malam.
Dosen President University yang lahir lahir di Tuban, Jawa Timur, 26 April 1958 ini menerangkan, rekonsiliasi PKI yang dipelopori oleh Gus Dur jelas mendasar dan masuk akal. Kata dia, justru jika Tap MPR tersebut masih berlaku bangsa Indonesia telah mengkhianati kesepakatan dimana semua menyetujui bahwa NKRI ini akan diisi oleh bermacam-macam suku, agama, ragam pemikiran dan lain-lain.
"Inilah satu fondasi yang sangat luar biasa yang membuat Gus Dur menerobos ruang dan waktu sampai membuat satu ide atau gagasan mencabut Tap MPR yang menurut sebagian orang tak bisa dicabut lagi," katanya.
Prinsipnya, kata Alumnus Universitas Hawaii Manoa 1995 ini, Gus Dur tidak ingin negara melindungi satu kelompok saja. Gus Dur menekankan semua elemen bangsa terlindungi sama dengan kelompok mayoritas yang ada. Lagi pula, kata dia, rekonsiliasi yang dilakukan Gus Dur menekankan aspek kewarganegaraan.
"Bagi saya statmen Gus Dur bukan hanya statmen guyon tapi itu filosofi ground atau dasar filosofi yang serius. Kalau mau betul rekonsiliasi dasarnya harus Pancasila, UUD 45 dan prinsip kewarganegaraan sebagai landasan operasional yang praktis," tuturnya.
Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Kendi Setiawan