Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid menegaskan, isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah isu yang tidak laku. (Foto: Dok NU Online)
Aru Lego Triono
Kontributor
Jakarta, NU Online
Hampir setiap tahun, muncul isu bangkitnya Partai Komunis Indonesia. Namun beberapa pihak menyebutkan isu tersebut sebagai isu basi. Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid bahkan menegaskan, isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah isu yang tidak laku. Sebab, isu tersebut hanya muncul pada sekitar Agustus hingga September, atau mendekati Pilkada.
"(Dan) stigma kepada kelompok masyarakat, terutama yang melakukan perlawanan. Terlebih dalam konflik agraria atau konflik yang berkaitan dengan sengketa industri. Lebih menukik lagi kalau berkaitan dengan aparat keamanan," jelas Alissa dalam peluncuran Survei Opini Publik Nasional SMRC: Penilaian Publik terhadap Isu Kebangkitan PKI, pada Rabu (30/9).
Ia mengaku pernah menemui beberapa pejuang di dalam kasus-kasus seperti itu yang langsung mendapat stigma negatif karena disebut sebagai bagian dari gerakan komunisme. Misalnya, kejadian yang dialami Alissa di Desa Surokonto Wetan, Kendal, Jawa Tengah.
"Di sana ada seorang kiai yang membela rakyat petani setempat atas hak penggunaan tanah. Kiai itu sudah masuk bui dan sudah keluar, sekarang justru diklaim sebagai bagian dari gerakan komunisme. Ini kan konyol sekali,” jelasnya.
Terlepas dari itu, Alissa kembali menegaskan bahwa isu kebangkitan PKI muncul musiman. Seperti dalam proses perhelatan Pilkada, Pilpres, dan pada setiap menjelang September.
Data SMRC soal Kebangkitan PKI
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan, hanya 14 persen warga Indonesia yang percaya terhadap kebangkitan PKI saat ini.
Survei yang dilakukan pada 23-26 September 2020, sejak empat tahun terakhir persentase warga yang percaya bahwa ada kebangkitan PKI berkisar di angka 10 sampai 16 persen. Survei itu dilakukan dengan melibatkan 1203 responden yang diwawancara per telepon yang terpilih secara random. Margin of error diperkirakan kurang lebih 2,9 persen.
Direktur Eksekutif SMRC Sirojudin Abbas mengatakan rendahnya kepercayaan itu terkait dengan pengetahuan masyarakat Indonesia mengenai isu kebangkitan PKI. Sebagian besar (64 persen), menyatakan tidak tahu atau tidak mendengar adanya isu tersebut.
Sebaliknya, warga yang tahu atau mendengar isu itu sekitar 36 persen. Di kalangan yang tahu itu pun mayoritas tidak percaya kebangkitan PKI. Hampir 61 persen menyatakan tidak percaya (atau 22 persen dari populasi). Sementara yang menyatakan percaya ada kebangkitan PKI hanya 39 persen (14 persen populasi).
"Survei SMRC menunjukkan persentase warga yang percaya dengan isu kebangkitan PKI tidak banyak berubah sejak 2016," kata Abbas.
Di kalangan orang yang percaya, lanjut Abbas, sekitar 79 persen menilai kebangkitan PKI sebagai sebuah ancaman. Sedangkan yang menyatakan bahwa kebangkitan PKI belum menjadi ancaman sejumlah 13 persen dan orang yang tidak percaya isu itu menjadi ancaman hanya enam persen.
"Mayoritas (69 persen) warga yang menilai PKI sudah menjadi ancaman menganggap pemerintah kurang atau tidak tegas sama sekali terhadap ancaman PKI itu. Sedangkan 30 persen merasa pemerintah sangat atau cukup tegas," jelas Abbas.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua