Ini Rekomendasi Halaqah Fiqih Peradaban di Pesantren Darur Roja' Blitar
Rabu, 21 Desember 2022 | 23:30 WIB
Suasana Halaqah Fiqih Peradaban PBNU di Pesantren Darur Roja' Selokajang Srengat, Blitar. (Foto: Istimewa)
Blitar, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menggelar Halaqah Fiqih Peradaban di Pesantren Darur Roja' Selokajang, Srengat, Blitar, Jawa Timur, kemarin. Setidaknya terdapat 17 rekomendasi yang dihasilkan dari halaqah tersebut.
Halaqah Fiqih Peradaban bertema Fiqih Siyasah dan Negara Bangsa ini menghadirkan tiga narasumber. Yakni, Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Azizi Hasbullah, Ketua Lesbumi PBNU KH Jadul Maula, dan Dosen Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung (UIN SATU) Tulungagung Dr HM Arif Faizin.
Berikut 17 rekomendasi yang dihasilkan. Pertama, tentang definisi negara-bangsa. Negara ini didirikan oleh warga dan penduduk setempat di mana mereka tinggal. Bukan berdasarkan agama. Kedua, tidak ada kewajiban mendirikan negara Islam. Akan tetapi, wajib melaksanakan rukun Islam.
Ketiga, Nabi Muhammad saw secara syariat tidak pernah mengisyaratkan untuk membentuk negara. Tetapi, negara dibuat untuk keadilan keamanan. Keempat, siyasah (politik) harus didasarkan pada rukun Islam, bukan tekstual Islam.
Kelima, pemahaman Islam selalu banyak pandangan, maka harus saling menghargai perbedaan pandangan atau pendapat. Tidak boleh menentang jika telah dilaksanakan sesuai syariat sebagai contoh pada zaman Nabi, Nabi tidak mengubah peraturan nikah yang telah ada, Islam tidak merobohkan benteng benteng yang sebelumnya.
Keenam, kewajiban pemerintah antara lain menjaga agama, menjaga pendidikan, menjaga nyawa, menjaga pernikahan dan nasab, dan menjaga harta dan harga diri. Ketujuh, dalam negara-bangsa, pemerintah tidak berhak mengatur cara beribadah, pemerintah tidak punya hak menjustifikasi sesat.
“Tapi, pemerintah berhak mengatur keadilan dan keamanan. Pemerintah harus bisa menjaga perbedaan pendapat antara satu dengan dan yang lain. Orang orang yang melakukan hukum adat maka berhak dilindungi asalkan tidak menabrak keadilan,” bunyi penjelasan poin ke-7.
Kedelapan, menjaga agama untuk sistematik, akidah dikembalikan ke agama masing-masing dan wajib menghormati satu sama lain. Kesembilan, ada pengembalian kepada ruh syariat jika ada penyelewengan. Tetapi, harus diperjuangkan dalam permusyawaratan.
Kesepuluh, Indonesia adalah negara kesepakatan oleh kalangan etnik. Hal ini adalah proses kelembagaan sosial politik di Indonesia dan adanya histori yang menyokong indonesia.
Kesebelas, bentuk negara republik sudah final. Tetapi, untuk UU dan batang tubuh UUD harus selalu dimusyawarahkan. implikasi ke pesantren adalah kewajiban Ilmu Tata Negara.
Ke-12, adanya rekomendasi untuk melahirkan al-ahkam al-jumhuriya ulama Indonesia. Ke-13, antara ulama dan umara harus bekerja sama dalam mengambil kebijakan.
Ke-14, PBNU membuat rumusan fiqih siyasah, fiqih kebangsaan, fiqih muhadharah yang mampu menjadi rujukan dari banyak negara. Ke-15, keingininan Bung Karno adalah setelah kemerdekaan muncul UU dengan kesesuaian Khazanah Islam.
Ke-16, adanya pemahaman untuk masuk ke pasal pasal bagi kalangan pesantren. Ke-17, amar ma’ruf nahi munkar melalui UU.
Halaqah Fiqih Peradaban yang dihadiri para kiai dari seluruh kecamatan di Blitar ini digelar pada Ahad (18/12/2022) lalu.
Kontributor: Imam Kusnin Ahmad
Editor: Musthofa Asrori